Bisnis.com, JAKARTA - Calon emiten bidang manufaktur PT Arkha Jayanti Persada menetapkan harga saham pada rentang Rp190-Rp300 per saham selama masa penawaran umum (bookbuilding) pada 18-22 Februari 2019.
Dengan melepas sebanyak-banyaknya 500 juta saham baru, maka perseroan mengincar dana sebesar Rp95 miliar-Rp150 miliar dari hasil IPO.
Harga penawaran yang ditetapkan pada Selasa (20/2/2019, berbeda dengan yang disampaikan di prospektus pada Senin (19/2/2019) sebesar Rp275-Rp300 per saham.
Direktur Utama Arkha Jayanti Persada Dwi Hartanto menjelaskan koreksi terhadap penawaran harga saham selama masa bookbuilding dilakukan agar pasar lebih atraktif menyerap saham perseroan. Meski demikian, target dana yang diincar dari hasil IPO tidak berubah yakni Rp150 miliar.
"Penawaran harga saham Rp190-Rp300 per saham, supaya pasar lebih atraktif. Ekspektasinya [target dana] tetap," katanya usai due diligence meeting dan public expose, Selasa (20/2/2019).
Seluruh dana yang diperoleh dari penawaran umum ini setelah dikurangi biaya-biaya emisi, sebesar 70% akan digunakan untuk modal kerja berupa bahan baku dan bahan pembantu. Sementara itu, 30% lainnya akan digunakan untuk pembayaran hutang bank dan utang kepada supplier.
Perseroan memiliki kapasitas produksi 30.000 ton per tahun. Namun, kapasitas terpakai hingga saat ini sebesar 19% atau 5.660 ton per tahun.
Kapasitas tersisa akan dimaksimalkan untuk memenuhi pekerjaan proyek infrastruktur dan reguler. Perseroan berharap dengan tambahan bahan baku dan bahan pembantu yang berasal dari hasil IPO dapat meningkatkan produksi perseroan.
Perseroan mengincar penjualan pada 2019 mencapai Rp220,96 miliar, naik 48,42% dari proyeksi penjualan 2018 sebesar Rp148,87 miliar. Adapun, laba bersih ditarget tercapai Rp36,61 miliar, naik 180,63% dari proyeksi laba bersih 2018 sebesar Rp13,05 miliar.
Lebih lanjut, perseroan optimistis penawaran umum perdana saham ini akan terserap pasar, meski sejumlah calon emiten menunda IPO hingga kuartal III/2019 seiring dengan penyelenggaraan Pemilu.
Dwi menjelaskan, industri manufaktur komponen alat berat dipengaruhi oleh kondisi makro seperti penguatan dolar Amerika Serikat terhadap rupiah dan harga batu bara.
"Dari tahun ke tahun Pilpres tidak berpengaruh, karena investasinya jangka panjang. Yang menjadi sentimen bagi kami adalah kondisi makro," imbuhnya.
Corporate Finance PT UOB Kay Hian Sekuritas Rudi Ho mengatakan, dengan rentang harga penawaran Rp190-Rp300 per saham, maka forward PE 2019 sebesar 10,5 kali-15,5 kali. Penetapan harga ini dengan mempertimbangkan kondisi pasar modal, industri, dan fundamental.