Bisnis.com, JAKARTA – Harga timah diprediksi semakin menanjak seiring dengan meningkatnya kekhawatiran pasar tentang ketatnya pasokan di bursa London Metal Exchange (LME) akibat penangguhan salah satu produk timah asal Indonesia, milik PT Mitra Stania Prima (MSP).
Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo Gunawan mengatakan, jika hanya melihat dari sisi pasokan, harga timah global diprediksi terus bergerak naik seiring dengan prediksi jumlah pasokan cadangan timah global yang tertekan pada pekan ini.
“Kami yakin, dengan penangguhan produk MSP akan menjadi sentimen positif bagi harga timah global. Pasalnya Indonesia memberikan kontribusi 25% dari rata-rata ekspor timah per bulan,” ujar Andy seperti dikutip dari risetnya, Selasa (19/2/2019).
Sebagai informasi, salah satu produk timah asal Indonesia milik PT Mitra Stania Prima ditangguhkan untuk diperdagangkan di bursa London Metal Exchange (LME).
Hal tersebut disampaikan melalui catatan singkat yang diunggah ke laman resmi LME bahwa logam yang diproduksi oleh PT Mitra Stania Prima tidak akan lagi diterima untuk dijaminkan oleh bursa tersebut.
“Harap diperhatikan, untuk langsung diberlakukan dan sampai dengan tenggat waktu yang belum diketahui, tidak ada pengiriman lebih lanjut dari merek timah MSP yang akan diterima untuk dijaminkan kontrak timahnya oleh LME,” tulis LME seperti dikutip melalui keterangan resminya, Selasa (19/2/2019).
Baca Juga
Walaupun demikian, LME belum memberitahukan alasan di balik penangguhan produk timah MSP di bursa tersebut.
Tercatat jumlah cadangan timah di gudang LME pada penutupan perdagangan Senin (18/2/2019), telah menurun 75 ton menjadi 1.450 ton. Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg, harga timah pada penutupan perdagangan Senin (18/2/2019) justru ditutup melemah 0,31% atau turun 65 poin menjadi US$21.135 per ton.
Harga timah telah menanjak naik sepanjang tahun berjalan sebesar 8,52% dibuka dengan harga US$19.460 per ton pada awal 2019. Timah baru saja menyentuh level tertinggi 2019 pada perdagangan Jumat (15/2/2019) menyentuh US$21.200 per ton dan diperkirakan akan terus bullish.
Di lain sisi, Andy mengatakan harga timah akan terbebani dengan kemungkinan risiko penurunan dari sisi permintaan. “Kami melihat kemungkinan risiko penurunan dari sisi permintaan seiring dengan ekonomi AS yang melemah pada tahun ini,” papar Andy.