Bisnis.com, JAKARTA – Para petani kakao di Pantai Gading khawatir panen pada pertengahan April hingga September mendatang terganggu, menyusul belum turunnya hujan di wilayah-wilayah penghasil komoditas tersebut.
Dikutip dari Reuters, Selasa (19/2/2019), curah hujan yang sedikit selama musim kemarau – yang berlangsung dari November tahun lalu hingga akhir Februari tahun ini - sangat krusial bagi tanaman kakao. Sebab, hujan tersebut dibutuhkan tanam itu untuk menahan panas di negara produsen terbesar bahan baku cokelat tersebut.
Meskipun pohon-pohon kakao sarat dengan buah kakao, Senin (18/2/2019) waktu setempat, para petani mengeluhkan, beberapa daun dan buah mengering akibat panas. Selain itu, kekeringan yang berkepanjangan dikhawatirkan dapat menghambat perkembangan tanaman tersebut.
“Panasnya tak tertahankan. Ada dedaunan dan buah yang mulai mengering dan jatuh,” kata Amadou Diallo, petani di pinggiran wilayah selatan Divo, Pantai Gading.
Dia mengatakan, para petani berharap hujan segera tiba agar tanaman-tanamannya dapat tumbuh normal kembali. “Pohon-pohon mulai kekeringan,” katanya.
Di wilayah barat tengah Daloa, yang menghasilkan setengah produksi kakao nasional, para petani mengatakan, mereka mencemaskan kebakaran semak-semak muncul pada tahun ini.
“Buah kakao memang berkembang dengan baik, tetapi kami berharap hujan lebat akan tiba untuk mengurangi risiko kebakaran semak-semak,” ujar Albert N ‘Zue petani di wilayah itu.
Sementara itu, di wilayah barat Soubre, yang meliputi wilayah Sassandra dan San Pedro, sejumlah petani mengatakan, mereka tetap optimistis hujan bakal turun karena langit mulai mendung pada akhir pekan lalu.
“Kami pikir akan segera ada hujan, sehingga kami bisa melihat panen,” kata Fousseni Konate, yang bertani di wilayah Soubre.
Petani di daerah lain juga mengharapkan hujan lebih banyak. Suhu rata-rata di Pantai Gading berkisar antara 28,2 dan 30,9 derajat Celsius.
Di lain sisi, ancaman gangguan panen tersebut membuat harga kakao global terdongkrak. Berdasarkan data Bloomberg, harga kakao di bursa Intercontinental Exchange (ICE) kontrak Mei 2019 ditutup menguat sebesar 3,04% atau 69,00 poin di level US$2,339 per ton, pada penutupan perdagangan pekan lalu (15/2).