Bisnis.com, JAKARTA – Emiten pertambangan batu bara PT Adaro Energy Tbk. membukukan produksi batu bara pada 2018 sebesar 54,04 juta ton sepanjang 2018. Volume tersebut meningkat 4,34% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 51,79 juta ton.
Berdasarkan laporan eksplorasi yang dipublikasikan perseroan, emiten dengan sandi ADRO tersebut menyampaikan akan memproduksi batu bara pada ksiaran 54 juta—56 juta ton pada tahun ini dengan belanja modal sebesar US$450 juta—US$600 juta.
Pada kuartal IV/2018, perusahaan yang dipimpin Garibaldi Thohir tersebut melaporkan pada kuartal IV/2018 telah memproduksi 15,06 juta ton batu bara dan menjual 15,12 juta ton, meningkat masing-masing 21% dan 22% dibandingkan tahun sebelumnya.
Head of Corporate Secretary & Investor Relations Division Mahardika Putranto menyampaikan harga batu bara bertahan pada level tinggi pada awal 2018 hingga pertengahan tahun. Pada awal semester kedua, harga spot internasional untuk batu bara berlakori di bawah 5.500 NAR malah terkoreksi.
“Lingkungan makro dan peningkatan volatilitas akibat pengendalian kebijakan pemerintah membawa tantangan yang besar di pasar batubara. Namun demikian, pasar batubara termal seaborne global tahun 2018 naik sekitar 5% yoy akibat peningkatan konsumsi di China, India dan Asia Tenggara,” ungkapnya Senin (11/2/2019).
Perseroan mencatat pertumbuhan permintaan batu bara termal tersebut dapat ditutupi oleh batu bara yang berasal dari Indonesia, Amerika Serikat, Rusia, dan Australia yang secara total tercatat meningkat sebesar 7%.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, total produksi batu bara mencapai 528 juta ton pada 2018 atau meningkat 8% dari tahun sebelumnya.
Selain itu, ADRO menyebut bahwa aktivitas pengupasan lapisan penutup perseroan pada kuartal IV/2018 tercatat sebesar 69,19 juta BCM atau meningkat 25% dari periode sama tahun sebelumnya. Perseroan mencapai nisbah kupas tahunan 2018 yang sebesar 5,06x, lebih tinggi dari target 4,9x karena didukung kondisi cuaca.
Adapun, selain memproduksi batu bara hingga 54,04 juta ton pada tahun lalu, penjualan 2018 perseroan mencapai 54,39 juta ton atau meningkat 5% dari tahun sebelumnya.
Penjualan ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, berkontribusi sebesar 40% dari total volume penjualan 2018. Sementara itu, Asia Timur meliputi 30% dari penjualan, diikuti India dan China, yang masing-masing menyumbang 14% dan 11%.
“Hal ini sejalan dengan kenaikan permintaan India terhadap impor batubara pada tahun 2018,” ungkap Mahardika.
Per September 2018, ADRO mencatatkan pendapatan usaha sejumlah US$2,66 miliar. Nilai itu meningkat 9,35% yoy dari sebelumnya US$2,44 miliar. Laba bersih Adaro mencapai US$312,71 juta, menurun 16,04% yoy dari sebelumnya US$372,45 juta.
Bisnis pertambangan dan perdagangan batu bara berkontribusi 92,54% dari total pendapatan atau sejumlah US$2,47 miliar. Dari sisi geografis, pasar ekspor berkontribusi US$2,04 miliar, sedangkan pasar domestik US$633,73 juta.
EBITDA operasional perusahaan per September 2018 naik 5% yoy menjadi US$1,06 miliar dari sebelumnya US$1 miliar. Pada tahun ini, perseroan membidik Ebitda operasional sebesar US$1 miliar—US$1,2 miliar.