Bisnis.com, JAKARTA - Kabar meninggalnya salah seorang pionir dunia bisnis Indonesia, Eka Tjipta Widjaja, membentuk duka yang mendalam bagi siapapun yang pernah mendengar namanya.
Siapa yang tak kenal dengan pendiri konglomerasi bisnis Sinarmas tersebut? Merek bisnisnya di mana-mana dan tidak sedikit pula kontribusinya dalam sejarah dunia bisnis Tanah Air.
Eka Tjipta Widjaja terlahir dengan nama Oei Ek Tjhong pada 3 Oktober 1923 di Quanzhou, China, dan baru pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia ketika berusia 9 tahun.
Bukanlah perjalanan yang mudah bagi Eka untuk bisa mendapati namanya tercatat oleh Forbes sebagai orang terkaya ke-3 di Indonesia pada 2018, dengan kekayaan senilai US$8,6 miliar.
Dia memulai karirnya di Indonesia dengan berjualan biskuit dan segala barang dagangan yang ada di toko milik ayahnya. Susahnya kehidupan membuat dirinya bahkan hanya dapat mencicipi pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar (SD) di Makassar, Sulawesi Selatan.
Beranjak remaja, Eka yang masih berkeliling di Makassar menjajakan dagangan mulai berpikir untuk mencari pemasok yang dapat membuat “bisnis”-nya kian berkembang. Tak lama menikmati keberhasilannya dengan bisnis yang baru, Pendudukan Jepang pun tak terhindarkan.
Meskipun bisnis barunya tadi hancur lebur, Eka tak patah arang. Setiap kesempatan dicermatinya, setiap peluang diambilnya.
Dia mulai membuka warung kecil-kecilan yang menjual makanan untuk dibeli oleh tentara Jepang dan tawanannya pada masa itu.
Setelah itu, Eka meminta izin kepada tentara-tentara Jepang tadi untuk mengambil barang-barang yang sudah dibuang. Seperti tak kehabisan ide, dari barang-barang yang tampak sudah tidak berguna tadi, dia memilah-milah mana barang yang dapat digunakan ulang dan bernilai ekonomis.
Dia menjual beberapa barang yang masih bernilai, misalnya terigu ditawarkan seharga Rp50 per karung, semen seharga Rp20 per karung. Dengan permintaan yang tinggi karena kondisi perang, Eka pun berkesempatan menaikkan harga-harga barang dagangannya.
Dari berjualan semen, Eka sempat pula berbisnis membuatkan kuburan untuk orang-orang kaya. Setelah itu, dia juga masuk ke dalam bisnis menjual minyak kelapa.
Namun, sejak Jepang memutuskan untuk jual-beli minyak kelapa dikuasai oleh Mitsubishi, Eka pun bangkrut.
Eka kembali memutar otak. Pilihannya jatuh untuk berdagang gula. Tapi ketika harga gula turun, bisnisnya melesu lagi. Dia bahkan harus menjual beberapa harta keluarga untuk menutupi utang yang melilit.
Masa mudanya dihabiskan dengan jatuh-bangun dalam berbisnis.
Tak heran, Eka Tjipta Widjaja tampil lagi dengan ide bisnisnya yang baru, yakni membeli sebidang perkebunan kelapa sawit seluas 10 ribu hektar di Riau. Dengan begitu, perjalanan Sinarmas pun dimulai.
Berdasarkan profil perusahaan, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. didirikan pada 18 Juni 1962 dan langsung memulai aktivitas komersial.
Keberhasilan bisnis perkebunan tersebut pun kian melebarkan ke sektor lainnya, seperti di bidang properti, pulp and paper, dan jasa keuangan.
Bahkan, Kelompok Usaha Sinarmas tersebut berhasil menjadi salah satu konglomerat di Indonesia yang dapat melewati krisis moneter 1998. Tentu dengan pengorbanan, seperti melepas PT Bank International Indonesia Tbk. yang kini lebih dikenal dengan nama Maybank.
Konglomerasi Sinarmas tersebut semakin bertambah, seperti hadirnya PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE), PT Puridelta Lestari Tbk. (DMAS), PT Sinarmas Multiartha Tbk. (SMMA), PT Smart Tbk. (SMAR), PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia (TKIM), PT Indah Kiat Pulp & Paper (INKP), PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN), PT Dian Swastika Sentosa Tbk. (DSSA), PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS), PT Bank Sinarmas Tbk. (BSIM)