Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Data Ekonomi Hantam Wall Street, Bursa Asia Tertekan

Pasar saham global bergerak terhuyung-huyung pada perdagangan hari ini, Jumat (4/1/2019), setelah data ekonomi terbaru di Amerika Serikat (AS) menghantam bursa Wall Street dan mendorong spekulasi investor terkait jeda pengetatan kebijakan Federal Reserve.
Bursa Asia MSCI/Reuters
Bursa Asia MSCI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Pasar saham global bergerak terhuyung-huyung pada perdagangan hari ini, Jumat (4/1/2019), setelah data ekonomi terbaru di Amerika Serikat (AS) menghantam bursa Wall Street dan mendorong spekulasi investor terkait jeda pengetatan kebijakan Federal Reserve.

Berdasarkan data Reuters, indeks Nikkei Jepang meluncur 3,6% lebih rendah, tertekan lonjakan nilai tukar yen terhadap dolar AS.

Sementara itu, bursa saham Australia tergelincir lebih dari 1% dan menyeret indeks MSCI Asia Pacific selain Jepang turun 0,2% mendekati kisaran level terendahnya dalam dua bulan.

Kekhawatiran bahwa konflik perdagangan antara China dan AS akan menyeret turun pertumbuhan dunia telah mengguncang aset-aset yang sensitif terhadap risiko hampir sepanjang 2018, mendorong lonjakan volatilitas, dan menyebabkan pasar saham utama masuk ke dalam zona merah.

Kekhawatiran itu kian terbukti pekan ini dengan rilis data survei dari Institute for Supply Management (ISM) pada Kamis (3/1) menunjukkan aktivitas pabrik AS melambat lebih dari ekspektasi pada Desember 2018.

Sehari sebelumnya, Apple mengumumkan pemangkasan proyeksi pendapatannya karena terbebani penjualan iPhone yang lebih lesu di China. Dalam semalam, saham raksasa teknologi asal AS ini ambrol hampir 10%.

Penurunan proyeksi pendapatan Apple memicu gelombang kejutan utamanya pada sektor teknologi, sekaligus menekan tiga indeks saham utama AS turun lebih dari 2% masing-masing. Indeks Nasdaq bahkan mengalami penurunan lebih dari 3%.

Laporan ISM yang suram mendorong para investor lari ke obligasi. Imbal hasil obligasi bertenor dua tahun merosot ke bawah 2,4%.

Imbal hasil obligasi bertenor tiga dan lima tahun bahkan turun lebih rendah, sebuah inversi yang terkadang menandakan resesi di masa lampau. Adapun imbal hasil obligasi 10 tahun turun menjadi 2,55%, perputaran mengejutkan dari level tertingginya di 3,25% pada November.

“ISM memiliki rekam jejak yang panjang dan langkah-langkah besar sering terbukti bermakna. Penurunan pada Desember itu memberi waktu jeda bahkan bagi kita yang optimistis terhadap ekonomi,” ujar Michelle Girard, ekonom AS di RBS.

“Kini indikator berkedip-kedip kuning, membuat kita, dan kemungkinan Federal Reserve AS, lebih waspada.”

Investor memperkirakan The Fed akan tetap berada di jalur pengetatan setelah empat kali kenaikan tahun lalu, tetapi perang perdagangan yang tengah berlangsung dan kinerja keuangan perusahaan yang mengecewakan baru-baru ini telah memunculkan harapan jeda pengetatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper