Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Tersungkur Jelang Rapat The Fed, Bursa Asia Merosot

Bursa saham Asia meluncur pada perdagangan pagi ini, Selasa (18/12/2018), terseret anjloknya bursa saham Wall Street Amerika Serikat (AS) akibat kekhawatiran mengenai melambatnya ekonomi global.
Bursa Asia MSCI/Reuters
Bursa Asia MSCI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Asia meluncur pada perdagangan pagi ini, Selasa (18/12/2018), terseret anjloknya bursa saham Wall Street Amerika Serikat (AS) akibat kekhawatiran mengenai melambatnya ekonomi global.

Indeks MSCI Asia Pacific selain Jepang turun 0,25%, sedangkan indeks Nikkei Jepang merosot 1,5%.

Pada perdagangan Senin (17/12), indeks S&P 500 berakhir tersungkur 2,08% dan menyentuh level terendahnya sejak Oktober 2017. Nilai pasarnya telah terhapus sekitar US$3,4 triliun sejak akhir September.

Sementara itu, indeks Nasdaq Composite ditutup anjlok 2,27%, dengan saham Amazon, salah satu saham berkinerja terbaik tahun ini, melorot 4,5%.

Peringatan laba yang disampaikan ASOS, peritel pakaian online ternama asal Inggris, pada Senin mengejutkan para investor sekaligus membawa saham consumer discretionary AS turun 2,8%.

“Peritel AS telah menimbun barang-barang konsumsi dari China sebelum kenaikan tarif, menumpuk persediaan. Mulai sekarang biaya mereka terlihat naik tahun depan. Ini mungkin sudah banyak diketahui tetapi kini menjadi kenyataan,” kata Tatsushi Maeno, pakar strategi senior di Okasan Asset Management, seperti dilansir Reuters.

Selain itu, National Association of Home Builders Housing Market Index mengindikasikan sentimen kontraktor rumah AS jatuh ke titik terendah dalam tiga setengah tahun. Data yang suram ini muncul setelah data ekonomi yang menunjukkan hasil mengecewakan dari China dan Eropa akhir pekan lalu.

Data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional China menunjukkan, penjualan ritel di Negeri Panda tumbuh 8,1% pada November secara tahunan, tetapi di bawah perkiraan ekonom sebesar 8,8%. Laju tersebut merupakan yang terlamban sejak Mei 2013, dan lebih rendah daripada perolehan pada Oktober sebesar 8,6%.

Sementara itu, hasil produksi industri hanya mampu tumbuh 5,4% pada November secara tahunan, juga tidak sesuai dengan perkiraan analis sebesar 5,9%.

Di sisi lain, bank sentral AS Federal Reserve diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan kebijakan yang berakhir Rabu (19/12) waktu setempat, yang akan menjadi kenaikan keempatnya tahun ini.

Kendati demikian, banyak investor kini juga memperkirakan bahwa tanda-tanda gejolak ekonomi akan mendorong The Fed untuk mengisyaratkan perlambatan laju pengetatan pada tahun depan.

Pada September, otoritas moneter AS ini mengatakan bahwa para pembuat kebijakannya melihat tiga kali penaikan suku bunga pada 2019. Namun pasar uang berjangka memperhitungkan langkah kenaikan yang lebih kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper