Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

2019, Investor Global Fokus pada Fundamental Komoditas

Investor akan lebih menitikberatkan fundamental untuk perdagangan komoditas pada 2019 setelah mengalami kondisi perdagangan penuh drama tahun ini.
Ilustrasi./JIBI
Ilustrasi./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA – Investor akan lebih menitikberatkan fundamental untuk perdagangan komoditas pada 2019 setelah mengalami kondisi perdagangan penuh drama tahun ini.

Banyaknya pengaruh dari politik Amerika Serikat, China, Rusia, dan Arab Saudi membuat harga komoditas mengalami pelemahan dari harga minyak mentah hingga gula dan kopi, serta logam industri.

Sejumlah analis Goldman Sachs Group Inc. mengatakan bahwa perang dagang antara AS dan China yang telah memukul pasar global memuculkan tanda akan mereda bersamaan dengan fundamental komoditas yang masih menjanjikan.

Adapun, kunci dari seluruh permasalahan di dunia yang belum usai ini adalah Presiden AS Donald Trump, yang menyebut dirinya sebagai ‘Tariff Man’. Hal tersebut lantaran hampir seluruh perdagangan komoditas saat ini bergantung pada selesainya perang dagang antara AS dan China.

Manajer Keuangandi DWS Investment Management Americas Inc. Darwei Kung menuturkan bahwa kesepakatan yang dibuat pada Maret mendatang, dengan berakhirnya keputusan gencatan senjata kali saat ini akan mengubah segala hal dalam waktu singkat.

“Fundamental di pasar komoditas sebenarnya sudah sangat kuat. Kemungkinan harga akan segera kembali pulih dari seluruh jenis komoditas,” kata Kung, dikutip dari Bloomberg, Senin (17/12/2018).

Ahli strategi Goldman Sachs Hui Shan mengatakan bahwa banyak hal negatif yang masuk ketika melakukan pemberian harga.

“Kami memperkirakan pesimisme pada harga saat ini akan cenderung membebani harga logam mulia dibandingkan dengan komoditas lain, dari sisi perang, penguatan dolar AS, atau kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan di China dan secara global, yang akan mereda tahun depan,” ungkap Shan.

Dari sisi perdagangan kopi dan gula, kedua komoditas pertanian tersebut tercatat sebagai komoditas dengan kinerja terburuk di indeks Bloomberg sepanjang tahun ini. Di Brasil, produsen terbesar kedua komoditas di dunia, pelemahan nilai mata uangnya telah memompa insentif untuk melakukan penjualan sehingga harganya tetap tertekan.

Pelemahan harga minyak juga turut memberikan tekanan pada harga gula melihat harganya justru membuat pabrik pengolah tebu di Brasil beralih dari membuat bahan pemanis menjadi bahan pembuat etanol.

“Tahun ini menjadi badai besar dan membuat harga anjlok. Saya berharap kondisi tersebut mereda tahun depan, sehingga bisa menjadi sinyal bullish bagiharga kedua komoditas tersebut,” ungkap Mike McGlone, ahli strategi Bloomberg Intelligence.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper