Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Logam Industri Aluminium & Tembaga Turun Jelang Tenggat Tarif Trump

Harga logam industri seperti aluminium dan tembaga mendingin jelang pengumuman tarif AS.
Seorang pekerja memegang bongkahan bijih tembaga. Bloomberg/Zinyange Auntony.
Seorang pekerja memegang bongkahan bijih tembaga. Bloomberg/Zinyange Auntony.

Bisnis.com, JAKARTA – Harga logam industri terus melempem usai Presiden AS menambah ketidakpastian agenda dagangnya. Terbaru, Trump mengancam bakal mengenakan tarif 10% untuk negara-negara yang tergabung dalam blok BRICS, termasuk Indonesia.

Berdasarkan data Bloomberg, harga logam industri secara umum jatuh di London Metal Exchange (LME). Harga aluminium tergerus 1% menjadi US$2.564,5 per ton dan harga tembaga menyusut 0,6% pada pukul 11.11 waktu setempat.

Harga logam industri sempat menguat dalam beberapa bulan terakhir walaupun ada ketidakpastian ekonomi dari sisi AS. Sebelumnya, harga tembaga bahkan terdongkrak karena ada pengiriman yang lebih besar, sebelum tarif diberlakukan, ke AS.

Adapun, ancaman Trump yang baru itu menambah tarif yang sudah diumumkannya pada awal tahun ini. Tarif terbaru sebesar 10% itu akan diberlakukan ke negara-negara BRICS, yaitu termasuk Brasil, China, Afrika Selatan, India, dan Indonesia.

Pekan ini Presiden AS Donald Trump dijadwalkan untuk mengumumkan putusan tarif yang sempat ditunda selama 90 hari. Tarif tersebut diberlakukan Trump untuk mengurangi defisit perdagangan Negeri Paman Sam.

Namun, rincian mengenai tarif sektoral yang ditujukan untuk mendorong produksi industri AS, seperti aluminium, baja, dan tembaga, masih dalam pembahasan.

Pada saat yang sama, menjelang kejelasan pengumuman tarif itu, mata uang di negara berkembang terpantau loyo termasuk yuan China. Adapun, China merupakan negara yang paling banyak mengimpor logam.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan presiden AS akan memberikan tarif ke sebanyak-banyaknya 15 negara mitra. Dia juga menambahkan revisi tarif akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 dan mengindikasikan sejumlah negara bisa bernegosiasi melewati batas tenggat 9 Juli 2025.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper