Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terseret Kekhawatiran Pertumbuhan Global, Bursa Asia Diindikasikan Turun

Pergerakan bursa saham di Asia tampak bakal mengalami penurunan moderat pada perdagangan awal pekan ini, Senin (17/12/2018), setelah indeks S&P 500 turun ke level terendahnya sejak April.
Bursa Asia MSCI/Reuters
Bursa Asia MSCI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan bursa saham di Asia tampak bakal mengalami penurunan moderat pada perdagangan awal pekan ini, Senin (17/12/2018), setelah indeks S&P 500 turun ke level terendahnya sejak April.

Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (14/12/2018), indeks S&P 500 bersama dua indeks utama lainnya di bursa Wall Street Amerika Serikat (AS) anjlok saat investor bergulat dengan tanda-tanda perlambatan beberapa negara dengan latar belakang kondisi perdagangan yang tidak menentu.

Seperti diberitakan Bloomberg, sebagian besar ekuitas berjangka (equity futures) di Asia tergelincir setelah obligasi AS naik pada Jumat (14/12) ketika bursa saham AS terseret penurunan global di tengah kekhawatiran atas kesehatan pertumbuhan ekonomi dunia.

Dolar AS pun terpeleset dari pijakannya yang kuat dalam pekan tersebut yang membawanya ke level tertinggi dalam sebulan. Di sisi lain, harga minyak AS tetap berada di bawah level US$52 di New York saat para pedagang mempertimbangkan implikasi dari permintaan yang lebih lesu untuk 2019.

Data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional China pada Jumat (14/12) menunjukkan, penjualan ritel di Negeri Panda tumbuh 8,1% pada November secara tahunan, tapi di bawah perkiraan ekonom sebesar 8,8%. Laju tersebut merupakan yang terlamban sejak Mei 2013, dan lebih rendah daripada perolehan pada Oktober sebesar 8,6%.

Sementara itu, hasil produksi industri hanya mampu tumbuh 5,4% pada November secara tahunan, juga tidak sesuai dengan perkiraan analis sebesar 5,9%.

Mao Shengyong, juru bicara Biro Statistik China, menjelaskan data hasil industri dan pertumbuhan ritel yang lemah tersebut memperlihatkan bahwa tekanan untuk ekonomi China memang semakin besar.

Tekanan terhadap aktivitas ekonomi China juga berasal dari eskalasi perang dagang dengan AS. Sejauh ini, sengketa dagang kedua negara tersebut telah mengancam dapat merusak rantai penawaran global, mendinginkan investasi, ekspor dan pertumbuhan.

Dengan keraguan atas proyeksi pertumbuhan global untuk 2019 di tengah konflik perdagangan AS-China, investor mungkin akan mendapatkan beberapa petunjuk tentang arah kebijakan moneter dari pertemuan Federal Reserve AS pekan ini dan konferensi pers dari Gubernur The Fed Jerome Powell yang menyertai setelahnya.

Investor juga akan terus memantau perkembangan Brexit di Inggris setelah kubu Perdana Menteri (PM) Theresa May mendapat tekanan atas laporan bahwa mereka sedang melakukan pemanasan referendum kedua mengenai Brexit.

Sejumlah pihak di kubu May menampik ide voting baru setelah media melaporkan bahwa adanya pembicaraan tentang masalah ini. May sendiri akan berbicara di depan Parlemen pada hari ini waktu setempat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper