Bisnis.com, JAKARTA – Perlu lebih dari gejolak pemilihan umum di Amerika Serikat untuk membuat harga emas kembali reli.
Kepala money manager di Franklin Templeton Investment Stephen Land mengatakan bahwa spekulasi kenaikan suku bunga dari Federal Reserve akan membayangi dorongan pada harga emas dalam jangka pendek karena pemilihan umum jangka menengah di AS.
“Pergerakan dolar AS dan aksi saling balas antara AS dan China juga akan tetap menjadi indikator utama penggerak harga emas,” ujarnya, dikutip dari Bloomberg, Selasa (6/11).
Reli harga emas, yang sudah sejak Oktober mencatatkan kenaikan bulanan pertama kalinya sejak Maret, mulai melemah pada pekan lalu karena dolar AS yang menguat dan pasar ekuitas global yang kembali pulih sehingga melemahkan permintaan untuk logam mulia itu.
Adapun, data pemerintah AS pada Jumat (2/11) menunjukkan sejumlah hedge fund kembali menaruh posisi bearish pada kontrak berjangka dan opsi emas, yang membuat harga emas kembali tergelincir pada perdagangan Senin (5/11) dan memperpanjang catatan penurunan harga mingguannya.
“Pemilihan umum jangka menengah tidak akan menjadi isu utama pergerakan harga emas. Nanti, yang akan menjadi penggerak harga adalah potensi kelanjutan perang dagang antara AS dan China,” lanjut Land.
Baca Juga
Menurut Land, kesehatan perekonomian China secara keseluruhan dan aksi dari The Fed AS yang akan sangat berpengaruh kepada kekuatan dolar AS akan lebih memberikan pengaruh pada pergerakan harga emas.
Kenaikan suku bunga akna membat minat pasar terhadap emas memudar lantaran tidak memiliki imbal hasil. Sedangkan, penguatan dolar AS akan memudarkan minat pada emas sebagai aset lindung nilai.
Gabungan kedua faktor tersebut sudah membuat harga emas turun hampir 6% sepanjang tahun ini.
Penguatan greenback juga membuat permintaan pada logam mulia sebagai aset lindung nilai di kala pasar mengalami volatilitas menjadi ikut anjlok, meskipun perang dagang antara AS dan China dan kekacauan geopolitik, seperti Brexit, terus memanas.
Pada perdagangan Selasa (6/11) harga emas spot turun tipis ke US$1.230,54 per troy ounce, turun 0,95 poin atau 0,08% dan melanjutkan penurunan pada sesi perdagangan hari sebelumnya. Sepanjang tahun ini harga emas spot sudah turun 5,55%.
Adapun, harga emas Comex pada sesi yang sama turun 0,50 poin atau 0,04% ke US$1.231,80 per troy ounce dari sesi sebelumnya dengan penurunan secara year-to-date (ytd) mencapai 5,92%.
Sepanjang Oktober, harga emas mencatatkan kenaikan 1,6 karena kemerosotan di pasar ekuitas global. Sejumlah analis dan trader yang disurvei oleh Bloomberg masih memberikan pendapat yang kabur untuk harga emas di tengah ketidakpastian terkait dengan hasil pemilihan umum AS, Selasa (6/11).
Goldman Sachs Group Inc. menilai, terbaginya Kongres akan menjadi hasil yang paling mungkin didapat pada pemilihan umum jangka menengah kali ini, dengan partai Demokrat yang akan mengambil alih House of Representatives dan partai Republikan yang hanya mendapat sedikit suara hanya akan menetap di Senat.
Luc Luyet, ahli strategi valas di Pictet Wealth Management, mengatakan bahwa skenario ‘macet’ di Kongres AS akan menyebabkan status quo tetap berlanjut dan emas akan tetap tertekan.
“Melihat keseluruhan skenario dasar, pertumbuhan AS akan tetap menguat dan suku bunga hampir pasti kembali naik, meskipun secara bertahap, tetap akan memberikan tekanan bagi harga emas,” ungkap Luyet.
Data Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas (CFTC) AS menunjukkan bahwa pandangan skeptis pada outlook emas tetap kuat meskipun ada kekhawatiran di pasar finansial. Spekulator besar saat ini sudah memangkas taruhan bahwa kekacauan pasar akan mereda.
“Setelah pemilihan umum, perekonomian AS masih akan menguat dengan pertumbuhan yang pesat di pasar tenaga kerja. Artinya, The Fed akan tetap menaikkan suku bunga dan akan kembali membebani harga emas,” kata Axel Merk, Pengelola dana US$135 juta di VanEck Merk Gold Trust.