Bisnis.com, JAKARTA- Kinerja emiten tambang diprediksi terus akan membaik sepanjang tahun ini seiring dengan menguatnya harga komoditas.
Selama kuartal I/2018, sejumlah emiten tambang masih dalam masa penyesuaian untuk bangkit, sehingga laba bersihnya masih negatif meski pendapatan tumbuh. Lalu, bagaimana dengan kinerja PT Adaro Energy Tbk.?
Pada Januari—Maret 2018, emiten dengan kode ADRO itu membukukan pendapatan US$763,96 juta, meningkat 5,15% dibandingkan kuartal I/2017 yang senilai US$726,55 juta. Kendati pendapatannya naik, laba bersih emiten dengan kode saham ADRO tersebut tergerus 23,46% menjadi US$74,34 juta.
Pada kuartal I/2018, produksi batu bara perseroan sejumlah 10,95 juta ton, turun 7,67% yoy dari sebelumnya 11,86 juta ton. Penjualan juga melesu 9,14% yoy menjadi 10,93 juta ton dari kuartal I/2017 sebesar 12,03 juta ton.
Penurunan produksi dan penjualan batu bara disebabkan curah hujan yang tinggi sehingga menghambat operasional. Namun, Adaro masih berada dalam posisi mencapai target produksi 2018 sebesar 54--56 juta ton, meningkat dari realisasi 2017 sejumlah 52,64 juta ton.
Sepanjang tahun berjalan, harga saham ADRO telah melemah 9,68%. Pada penutupan perdagangan Kamis (3/5), harga saham Adaro Energy turun 95 poin atau 5,35% ke level 1.680 setelah dibuka pada level 1.755 per saham.
Merespons laporan keuangan kuartal I/2018 dan penurunan harga saham ADRO, sebagian besar analis yang dihimpun Bloomberg masih merekomendasikan untuk mengoleksi saham ADRO. Bloomberg merekapitulasi sedikitnya 24 analis masih merekomendasikan beli, sedangkan 2 merekomendasikan tahan.
Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo Gunawan mengungkapkan, entitas masih mempertimbangkan kinerja ADRO akan tetap solid pada 2018. Dalam waktu dekat, Andy memprediksi belum akan ada isu tertentu yang dapat memengaruhi kinerja ADRO secara signifikan.
“Harga saham ADRO sempat turun 9,9% kemarin. Penurunan produksi batu bara menjadi penyebab penurunan laba pada kuartal I/2018. Musim kemarau akan segera tiba sehingga kami yakin produksi ADRO akan kembali meningkat,” ungkap Andy.
Andy menyampaikan dalam jangka pendek, perseroan memprediksi harga batu bara global akan konsisten membaik. Dia mencatat hingga akhir tahun harga batu bara global diprediksi dapat menyentuh US$85 per ton. Dia merekomendasikan saham BUY dengan target price sebesar Rp2.750.
Sementara itu, Analis Kresna Securities Robert Yanuar Hardy masih merekomendasikan beli untuk saham ADRO, namun menurunkan target harganya menjadi Rp2.200 dari sebelumnya Rp2.550. Dia menurunkan proyeksi laba Adaro Energy untuk 2018.
“Penurunan produksi ADRO kami harapkan tidak terjadi lagi pada kuartal II/2018. Kami melakukan downgrade pada proyeksi laba bersih Adaro 2018 menjadi US$505 juta dari sebelumnya US$582 juta,” ungkap Robert.