Bisnis.com, JAKARTA—Emiten pertambangan PT Adaro Energy Tbk., (ADRO) akan menerapkan dua strategi untuk meningkatkan pendapatan, yakni memacu penjualan ke pasar premium dan melakukan efisiensi seiring dengan ditetapkannya harga batu bara acuan untuk PLN.
Dalam Keputusan Menteri ESDM no. 1395 k/30/MEM/2018 tentang Harga Jual Batu Bara untuk Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum, harga acuan ditetapkan US$70 per ton untuk spesifikasi 6.322 Kcal/kg. Namun, pemerintah memberikan insentif berupa peningkatan produksi 10% dari pengajuaan awal.
Presiden Direktur & Chief Executive Officer Adaro Energy Garibaldi Thohir mengatakan, perusahaan tidak akan menaikkan produksi batu bara meskipun mendapat insentif 10% dari pemerintah. Artinya, perusahaan tetap memertahankan target 54 juta—56 juta ton pada 2018.
Menurutnya, meningkatkan produksi dalam waktu singkat bukan perkara mudah. Persiapan peralatan, lahan, dan tenaga kerja harus dipersiapkan dengan baik.
“Rencana kita sendiri sudah fixed. Untuk meningkatkan produksi dalam waktu singkat tidak mudah. Alat, orang-orangnya, lahannya itu mesti disiapkan. Intinya kita akan stay dengan rencana awal [produksi] kita di 54-56 juta ton,” paparnya di sela acara Apresiasi dan Penghargaan Wajib Pajak, Selasa (13/3/2018).
Terkait kontribusi pasar dalam dan luar negeri, dia menyebutkan, Adaro Energy biasa menjaga kapasitas domestik 23%-25%, dan selebihnya ekspor. Dengan adanya peraturan Kepmen ESDM yang baru, perusahaan masih mempertahankan komposisi tersebut.
Baca Juga
Garibaldi menyampaikan, penetapan harga acuan domestik secara otomatis pendapatan perusahaan bakal berkurang dari target. Namun, efeknya terhadap raihan laba bersih belum diketahui karena masih dihitung secara internal.
“Dampaknya belum kita hitung detail. Revenue pasti berkurang, cuma impact ke bottom line-nya kita belum tahu. Revenue berkurang karena otomatis harga yang untuk domestik lebih rendah,” ujarnya.