Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APEI Susun Market Standard untuk Perdagangan Saham, Ini Alasannya

Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia akan menyusun market standard dalam perdagangan saham setelah memutuskan untuk tidak lagi memberikan rekomendasi terkait dengan batas komisi transaksi di pasar saham.

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia akan menyusun market standard dalam perdagangan saham setelah memutuskan untuk tidak lagi memberikan rekomendasi terkait dengan batas komisi transaksi di pasar saham.

Komite Ketua Umum APEI Octavianus Budiyanto mengatakan, asosiasi hanya akan menyusun standardisasi operasional untuk anggota dalam menjalankan fungsinya. Adapun mengenai kesepakatan komisi atau fee, tidak lagi diatur secara tertulis.

"Semua aktivitasnya akan kami susun dalam market standard untuk perdagangan saham, tidak ada lagi soal tarif. Jadi kami akan atur mengenai etika dalam bertransaksi dulu," katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Keputusan APEI ini terbilang mengejutkan. Pasalnya, pada akhir tahun lalu kepengurusan baru asosiasi tersebut berencana untuk terus melakukan penyetaraan tarif komisi dengan tujuan meminimalisir adanya perang tarif.

Octa menjelaskan, alasan pihaknya tidak melanjutkan perjuangan tersebut adalah karena terganjal putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU menyatakan yang berhak untuk menentukan tarif adalah pemerintah, bukan swasta atau asosiasi. Jika swasta berperan penuh, maka akan dinilai sebagai kartel.

Padahal sebelumnya APEI telah menyusun batas tarif perusahaan efek yang melakukan perantara perdagangan efek. Tarif beli ditentukan sebesar 0,2% dan untuk transaksi jual sebesar 0,3%. Adapun untuk transaksi perdagangan elektronik atau online trading batas bawahnya sebesar 0,18%.

Dia menambahkan, satu-satunya cara untuk mengatur tarif tersebut adalah melalui penerbitan regulasi baru. Pasalnya beleid yang menjadi induk industri pasar modal saat ini yakni UU No.8/1995 tentang Pasar Modal tidak memungkinkan untuk penyusunan penyeragaman tarif.

"Kami bukan regulator, kalau ditanya tentu ingin ada aturan itu. Untuk sementara ini kami hanya menyusun market standard dulu. Kalau kami mengeluarkan tarif lagi, KPPU akan memperingatkan," jelasnya.

Octa mengatakan, banyaknya jumlah perusahaan sekuritas yang beroperasi di Indonesia turut menjadi faktor adanya perang tarif. Namun, tarif yang cukup rendah ini bukan berasal dari perusahaan efek, melainkan dari perusahaan pengguna jasa.

Direktur Utama MNC Sekuritas Susy Meilina menambahkan, tidak sedikit calon klien yang mendatangi perusahaan efek dan langsung menawarkan persentase komisi. "Perusahaan datang mengatakan mau ditangani asal fee 0,1%. Ya diterima saja oleh perusahaan efek," kata dia.

Diterimanya fee rendah itu disebabkan oleh sejumlah faktor. Pertama, perusahaan efek butuh pendapatan. Kedua, tidak ada pemasukan lain. Ketiga, kebutuhan untuk mendapatkan ranking. Ranking ini penting karena menjadi salah satu faktor bagi klien untuk menentukan pilihan.

Susy mencontohkan MNC Sekuritas, yang tidak hanya menangani penjaminan initial public offering (IPO), tapi juga menangani obligasi, sukuk, serta memiliki jaringan bisnis yang terintegrasi. Alhasil, fee rendah yang diterima perseroan dapat ditutupi dari pemasukan di sektor lain.

"Untuk sekuritas kecil kasihan. Mereka bahkan tidak jarang harus nombok karena dapat komisi rendah. Kalau tidak diterima ranking dia buruk," ujarnya.

Dia berpendapat, pengaturan tarif ini tetap harus dibahas untuk menjaga ketahanan perusahaan sekuritas. Dengan adanya tarif yang setara maka perusahaan efek bisa mendapatkan keuntungan dan mampu meningkatkan modalnya.

Menurutnya, ini juga terkait dengan rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menaikkan modal kerja bersih disesuaikan (MKBD). Adapun tarif komisi yang menurutnya ideal adalah sebesar 0,25%. "Harusnya soal tarif ini dibahas lagi."

Sebelumnya, pengamat pasar modal Universitas Indonesia Budi Frensidy, menilai pengaturan brokerage fee berpotensi menyehatkan kondisi keuangan sekuritas. Pasalnya, persaingan yang tidak sehat membuat banyak anggota bursa yang rugi operasi bahkan rugi bersih saat pasar bearish. Saat ini, lanjutnya, ada perusahaan efek yang menerapkan brokerage fee yang sangat rendah, yakni sekitar 0,09%-0,1%.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper