Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana mengerek tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan berlaku mulai 2025. Kenaikan tersebut dinilai akan turut mempengaruhi biaya-biaya perusahaan sekuritas di pasar saham.
Komite Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Adi Indarto Hartono mengatakan pada dasarnya, apabila PPN naik, kebijakan penyesuaian terhadap biaya transaksi saham tergantung pada masing-masing sekuritas. Akan tetapi, menurutnya, kenaikan PPN akan membebani berbagai biaya di sekuritas.
"Tergantung masing-masing broker, apakah [kenaikan PPN] mau di-absorb atau dibebankan ke nasabah. PPN akan membebani semua, termasuk biaya pajak emiten, sehingga juga memengaruhi keuntungan emiten," ujar Adi kepada Bisnis pada Rabu (4/12/2024).
Berkaca pada kenaikan PPN pada pertengahan tahun 2022 lalu, sejumlah sekuritas tercatat memilih untuk tidak menaikan biaya transaksi, kendati PPN naik dari 10% menjadi 11%.
PT Indo Premier Sekuritas misalnya, perusahaan broker itu memilih tidak mengubah fee transaksi saham dan memutuskan untuk menanggung kenaikan tarif PPN sendiri.
Head of Marketing & Retail Indo Premier Sekuritas Paramita Sari dalam keterangan resmi kala itu menyampaikan perusahaan yang menanggung selisih 1%.
Baca Juga
“Kami akan menanggung selisih kenaikan tersebut dan tidak membebankan kepada nasabah. Selain itu, Indo Premier juga tidak akan menaikkan fee transaksi saham,” jelasnya, Kamis (31/3/2022) silam.
Paramita memaparkam fee beli tetap 0,19% dan fee jual tetap 0,29% per transaksi. Fee tersebut termasuk fasilitas edukasi gratis dari perusahaan.
BNI Sekuritas juga memilih tidak menaikkan fee transaksi saham. Menurut Vice President Head of Strategic Planning Dedi Arianto, kenaikan PPN sebesar 1% merupakan nilai yang sangat kecil dari fee transaksi broker saham itu.
“Makanya, kami tidak meningkatkan fee transaksi. Kami hitung, masih bisa kami serap kenaikan tersebut,” ujar Dedi kepada Bisnis pada 2022 silam.
Menurutnya, perusahaan telah membuat simulasi dampak finansial kenaikan PPN terhadap pendapatan BNI Sekuritas. Dampak kenaikan PPN tersebut menurutnya kurang dari 2% dibandingkan pendapatan BNI Sekuritas.
“Tahun lalu [2021] kami pendapatannya Rp440 miliar. Itu dampaknya kurang dari 2% dari pendapatan kami,” ujarnya kala itu.
Sebagaimana diketahui, transaksi saham menjadi salah satu transaksi yang terkena PPN, meskipun bukan termasuk barang kena pajak (BKP). Akan tetapi, dalam proses jual beli saham, terdapat jasa pialang atau broker yang dikenakan pajak.
Pengenaan pajak atas jasa pialang mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ.5/1990 tentang PPN atas jasa pialang serta SE 04/PJ.51/1991 tentang Perantara Perdagangan Efek Sebagai PKP. Dalam ketentuannya, perusahaan sekuritas diwajibkan memungut, menyetor, serta melaporkan PPN atas setiap layanannya.
Adapun, saat ini pemerintah masih memberlakukan tarif PPN sebesar 11%. Rencananya, pemerintah akan mulai memberlakukan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada awal 2025.
Dalam catatan Bisnis, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal bahwa penerapan PPN 12% tahun depan tidak akan ditunda. Pasalnya, Undang-undang (UU) No.7/2021 telah mengamanatkan bahwa PPN harus naik sebesar 1%, dari 11% menjadi 12%, pada 1 Januari 2025.
“Kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan],” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada bulan lalu (13/11/2024).
Kendati begitu, Bendahara Negara memastikan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% tidak terjadi pada semua barang dan jasa. Kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi merupakan barang/jasa yang termasuk ke daftar PPN dibebaskan.
Di sisi lain, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan sempat menyatakan kemungkinan besar kenaikan tarif PPN akan ditunda. Luhut menekankan bahwa pemerintah ingin memperbaiki daya beli masyarakat terlebih dahulu sebelum menaikkan tarif PPN.
Oleh sebab itu, sambungnya, pemerintah tengah menggodok stimulus bantuan sosial kepada rakyat, khususnya kelas menengah, sebelum tarif PPN 12% diterapkan. "Ya hampir pasti diundur [kenaikan PPN jadi 12%], biar dulu jalan tadi yang ini [bantuan sosial]," kata Luhut kepada wartawan, bulan lalu (27/11/2024).
Terbaru, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah akan menyampaikan kepada publik terkait kepastian kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada pekan depan.
Hal tersebut dirinya sampaikan di kantor Kemenko Perekonomian usai menggelar Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kebijakan dan Insentif Fiskal untuk mendorong Perekonomian dan Menarik Investasi, Selasa (3/12/2024). "Nanti diumumkan minggu depan," ujarnya menanggapi pertanyaan media massa soal kepastian PPN 12%.