Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi cuaca sangat berpengaruh terhadap produksi kedelai di wilayah produsen.
Dikutip dari Bloomberg, Ariel Striglio, salah satu petani di Santa Fe, Argentina, menyampaikan sejak awal 2018 curah hujan di ladang kedelai dan jagung hanya mencapai 3,5 centimeter, atau di bawah seperlima dari level normal. Suhu udara juga lebih panas.
“Panasnya luar biasa. Kami menggunakan AC sepanjang waktu, yang mana ini jauh dari kondisi normal. Cuaca kering yang melanda membuat panen kedelai berpotensi berkurang 30%,” tuturnya.
Menurut catatan Bloomberg yang dikutip Senin (19/2/2018), permasalahan produksi kedelai terjadi karena cuaca kering melanda wilayah jantung pertanian Argentina. Negara di Amerika Selatan itu merupakan eskportir pakan kedelai terbesar di dunia sehingga menjadi kunci penggerak harga global.
Peningkatan harga kedelai tentunya membuat biaya pembelian bahan baku perusahaan pakan dan peternakan semakin tinggi. Padahal, estimasi konsumsi daging, seperti di AS kian bertumbuh.
Departemen Pertanian AS (USDA) pada 8 Februari 2018 telah menurunkan proyeksi produksi kedelai Argentina tahun ini menjadi 54 juta ton dari estimasi pada bulan sebelumnya sebesar 56 juta ton. Pelaku usaha lokal malah memprediksi produksi tertekan ke bawah 50 juta ton.
Baca Juga
Buenos Aires Grain Exchange memprediksi produksi kedelai negara pada tahun ini menurun menuju 50 juta ton. Adapun, perusahaan konsultan AgriPac memproyeksi produksi kedelai Argentina pada 2018 melorot ke 47,2 juta ton.
Securities Fundamental Investment Analyst Bualuang Securities Prasit Sujiravorakul menyampaikan, permasalahan cuaca bakal memengaruhi pasar kedelai sampai paruh pertama 2018. Mengutip laporan USDA, volume produksi global pada musim 2017–2018 menurun 1,3% year on year (yoy) menjadi 346,92 juta ton.
Sementara itu, volume impor pada musim diperkirakan meningkat 4,2% yoy menjadi 150,23 juta ton. Indonesia menjadi importir ke delapan terbesar di dunia dengan penyerapan sejumlah 2,6 juta ton.