Bisnis.com, JAKARTA--Menjelang akhir tahun, investor domestik mulai unjuk gigi saat pelaku pasar asing terus melepas portofolio di lantai bursa.
Sisa waktu menjelang akhir tahun ini, tekanan capital outflow masih berlanjut meskipun Indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali bertenaga.
Analis PT Koneksi Kapital Marolop Alfred Nainggolan menuturkan saat ini tengah terjadi perbedaan ekspektasi antara pelaku pasar domestik dengan investor asing. Pelaku pasar asing masih nyaman untuk memindahkan portofolio dari negara-negara emerging market pasca-suksesi Donald J. Trump sebagai presiden Amerika Serikat.
Faktor Trump diproyeksi membuat perekonomian Negeri Paman Sam itu bakal terdorong. Buntutnya, angka inflasi akan terkerek dan bank sentral AS Federal Reserve berpotensi besar menaikkan suku bunga acuan.
Pelaku pasar asing yang konservatif bakal menarik dana dari emerging market, terutama investor yang selama ini lengket dengan safe heaven. Padahal, Ekonomi Indonesia pada tahun depan diproyeksi tumbuh lebih positif dibandingkan dengan tahun ini.
"Investor domestik optimistis sekali, akhirnya mereka berani masuk dan menambah portofolio saat investor asing keluar," katanya saat dihubungi Bisnis.com, Jumat (9/12/2016).
Sejak awal tahun, investor domestik telah bertransaksi di lantai bursa senilai Rp1.092,2 triliun atau menempati porsi 63% dari keseluruhan. Sedangkan, investor asing hanya 37% senilai Rp647 triliun.
Pada perdagangan akhir pekan, Jumat (9/12/2016), investor asing membukukan aksi jual bersih senilai Rp54,19 miliar. Sepanjang pekan, pelaku pasar asing terus melego portofolio dengan catatan net sell Rp2,26 triliun.
Pelepasan saham oleh investor asing telah terjadi sejak September 2016 dengan capaian Rp3,28 triliun, dan kemudian Oktober Rp2,28 triliun. Bahkan, net sell asing mencapai nilai tertinggi sepanjang tahun ini Rp12,36 triliun pada bulan lalu.
Bulan ini saja, investor asing telah membukukan net sell Rp2,72 triliun. Capaian net sell itu membuat total net buy yang telah ditorehkan sepanjang tahun berjalan kian menipis menjadi Rp17,08 triliun.
Kendati capital outflow terus berlanjut, Indeks harga saham gabungan (IHSG) tampak mulai bertenaga. Pada perdagangan akhir pekan, IHSG menguat 0,08% sebesar 4,39 poin ke level 5.308,13.
Penguatan IHSG terjadi saat bursa saham di Asia Pasifik ditutup bervariasi. Indeks Nikkei 225 Jepang menjadi bursa saham dengan penguatan tertinggi di akhir pekan 1,23% ke level 18.996,37.
Sepanjang pekan, IHSG berhasil menguat 1,19% sebesar 62,17 poin. Penguatan itu menyusul pekan sebelumnya yang berhasil bertambah 2,42% sebesar 123,85 poin.
Akan tetapi, penguatan IHSG sepanjang tahun berjalan 15,57% masih berada di bawah bursa saham Thailand 18,5%. IHSG menempati posisi kedua penguatan tertinggi sejak awal tahun di antara bursa utama dunia.
Alfred menilai aksi window dressing yang biasanya terjadi di penghujung tahun tidak akan mengejutkan. Posisi IHSG yang telah menanjak tinggi sejak awal tahun, membuat minat manajer investasi tidak terlampau besar dalam perbaikan portofolio.
"Karena Indeks sudah naik, target akhir tahun paling-paling naik 1% lagi, penutupan di level 5.350-5.400," kata dia.
Dia mengoreksi target akhir tahun ini dari 5.500-5.600 akibat tekanan efek Trump. Padahal, dia sebelumnya memprediksikan IHSG akan menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah.
Pelaku pasar akan memburu saham-saham berkapitalisasi pasar besar pada perdagangan ujung tahun. Saham-saham big cap dan blue chips yang biasanya menjadi sasaran investor institusi bakal dikoleksi.
Saham-saham blue chips seperti TLKM, ASII, BBCA, BBRI, dan BMRI diperkirakan menjadi favorit pelaku pasar. Permintaan atas saham-saham itu masih cukup bagus dan dinilai berpotensi mengalami penguatan di akhir tahun ini.