Bisnis.com, JAKARTA--Menjelang tutup tahun Monyet Api, portofolio investor mulai dibenahi melalui window dressing seiring penguatan Indeks harga saham gabungan (IHSG) 14,70% year-to-date.
Pada perdagangan Senin (5/12/2016), Indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,42% sebesar 22,35 poin ke level 5.268,31. IHSG harus menyerah dari bursa saham Thailand sebagai jawara di antara pasar modal utama dunia.
Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo, memerkirakan window dressing masih akan terjadi di penghujung tahun ini. Saham-saham sektor pertambangan diproyeksi bakal dikerek naik menjelang libur tahun baru.
"Saya melihatnya IHSG pada kisaran tinggi, tapi saham big cap ada beberapa yang masih di bawah. Saya yakin akan ada window dressing," katanya saat dihubungi Bisnis.com, Senin (5/12/2016).
Awal pekan ini, investor asing masih melanjutkan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp782,8 miliar. Capaian itu membuat total net buy sepanjang tahun berjalan semakin tipis menjadi Rp18,57 triliun.
Menurut dia, pelaku pasar masih mengalami kekhawatiran. Terutama menjelang keputusan bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve terkait penaikkan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR).
Koreksi IHSG pada bulan November yang paling dalam dengan capaian net sell tertinggi sepanjang tahun ini, diharapkan tidak kembali terjadi pada Desember. Koreksi IHSG itu diharapkan menjadi angka terbawah menjelang akhir tahun.
Secara teknikal, sambungnya, IHSG berada di level resistance yang cukup lebar 5.475. Saat ini, IHSG terbilang dalam kondisi tren perbaikan.
Aksi window dressing yang biasa dilakukan oleh manager investasi kakap pada akhir tahun ini dinilai berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Window dressing biasanya terjadi pada saham-saham sektor consumer goods atau emiten berkapitalisasi pasar raksasa (big caps).
Akan tetapi, Satrio memerkirakan saham-saham pertambangan masih akan dicungkil mengalami lonjakan dari posisi saat ini. Padahal, saham sektor pertambangan telah melesat 79,41% sejak awal tahun, meninggalkan sektor lainnya.
Sentimen lonjakan harga komoditas ditengarai menjadi pendorong utama meroketnya saham pertambangan. Terlebih, gerak harga batu bara, minyak mentah, hingga sentimen lainnya terus diyakini akan berlangsung hingga tahun depan.
Tidak hanya itu, saham-saham yang masih under value terutama pada lapis kedua, diperkirakan akan diburu. Saham-saham under value misalnya di sektor properti dan konstruksi pelat merah yang baru saja menggelar rights issue.
Dia memerkirakan IHSG dapat memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah sebelum tahun ini berakhir. IHSG diproyeksi mencapai level tertinggi baru pada angka 5.524.
Christian Saortua, analis Minna Padi Investama, menilai di tengah kondisi pasar yang masih fluktuatif saat ini, saham berkapitalisasi pasar sangat tepat dikoleksi. IHSG yang sempat terkoreksi cukup dalam akibat Trump Effect mulai mencoba bangkit kembali.
Apalagi, saat ini tengah terjadi anomali, yakni ketika investor asing keluar dari pasar saham, tetapi IHSG masih mencoba menguat.
Christian mengingatkan pasar saham kemungkinan masih tertekan akibat sentimen suku bunga the Fed pada akhir Desember 2016. Bila the Fed menaikkan suku bunga acuan, maka pasar saham Indonesia bakal tertekan lagi atau IHSG bergerak di bawah 5.200. Kemungkinan besar tekanan berlanjut hingga awal 2017.
"Kondisi anomali seperti ini rentan terjadi pembalikan arah. Saham berkapitalisasi pasar besar biasanya masih bisa bertahan di kondisi seperti ini," kata Christian.
Apalagi, saham big cap secara alami cenderung menguat saat window dressing yang biasanya terjadi pada Desember dan kala January Effect. January Effect ialah fenomena naiknya harga saham pada pekan awal Januari setelah investor melepas saham pada akhir tahun.
"Ketika pasar fluktuatif, saham big cap merupakan saham yang paling aman dipegang investor. Dengan asumsi awal 2017 masih fluktuatif, sebaiknya investor tetap memegang big cap," ucap Christian.
Terpisah, analis PT Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya, memprediksi IHSG hari ini bergerak pada kisaran 5.103–5.336. IHSG saat ini sedang berusaha membentuk pola kenaikan jangka pendek untuk dilanjutkan oleh pembentukan pola uptrend jangka menengah paska tekanan yang terjadi sejak pertengahan bulan sebelumnya.
"Hal ini juga masih ditunjang oleh masih menguatnya harga komoditas, potensi kenaikan masih terlihat cukup besar selama support 5.103 dapat terjaga dengan baik," katanya.
Sementara, target resistance yang perlu ditembus saati ini berada pada level 5.336. Sedangkan, jika terjadi koreksi wajar, disarankan bagi investor untuk melakukan akumulasi pembelian mengingat IHSG sedang mengawali pola uptrend jangka pendek dan menengahnya.
Berikut pergerakan harga saham tertinggi dan terendah sejak awal 2016:
Top leaders persentase
Ticker | Harga (Rp lembar) | Perubahan (%) |
NIKL | 1.880 | +3660,00 |
INAF | 4.170 | +2382,14 |
BRPT | 1.475 | +1034,62 |
DOID | 545 | +909,26 |
SMBR | 2.500 | +759,11 |
Top laggers persentase
Ticker | Harga (Rp lembar) | Perubahan (%) |
CNTX | 845 | -94,19 |
TMPI | 50 | -88,58 |
LCGP | 130 | -79,03 |
SUGI | 114 | -75,74 |
BCIP | 212 | -75,06 |
Top leaders indeks point
Ticker | Harga (Rp lembar) | Perubahan (%) |
TLKM | 3.960 | +27,54 |
ASII | 7.875 | +31,25 |
TPIA | 19.950 | +486,76 |
UNVR | 42.225 | +14,12 |
ADRO | 1.730 | +235,92 |
Top laggers indeks point
Ticker | Harga (Rp lembar) | Perubahan (%) |
INTP | 15.950 | -28,56 |
EXCL | 2.270 | -36,95 |
SMGR | 9.225 | -19,08 |
BIRD | 2.900 | -59,15 |
TOWR | 3.630 | -21,94 |
Keterangan: Hingga Senin (5/12/2016).
Sumber: PT Bursa Efek Indonesia, diolah.