Bisnis.com, JAKARTA--Perolehan kontrak baru emiten minyak dan gas PT Elnusa Tbk. masih jauh dari target sepanjang tahun ini seiring dengan penurunan jasa drilling & oilfield services sebesar 28% year-on-year.
Manajemen Elnusa dalam laporan kepada PT Bursa Efek Indonesia, Selasa (22/11/2016), menyebutkan perseroan membidik total proyek yang akan direalisasikan hingga akhir tahun mencapai US$171,9 juta.
Total kontrak baru yang telah tercapai hingga akhir September 2016 mencapai US$76,8 juta. Pencapaian itu baru merealisasikan 44,67% dari total target sepanjang periode 2016.
Dari total kontrak baru tersebut, sebanyak US$69 juta merupakan segmen drilling & oilfield, dan sisanya US$7,8 juta dari segmen seismik.
Jika dirinci, kontribusi pendapatan perseroan hingga kuartal III/2016, terdiri dari 43% dari divisi transportasi logistik, 34% dari drilling & oilfield services, sebesar 17% dari jasa seisimik, dan sisanya 7% dari jasa lainnya.
Koreksi terbesar terjadi pada segmen drilling & oilfield services sebesar 28% yoy dari Rp1,17 triliun menjadi Rp852 miliar. Margin kotor divisi ini juga merosot dari 26% menjadi 19%.
Sebaliknya, divisi transportasi logistik mengalami peningkatan 16% dari Rp1,21 triliun menjadi Rp1,34 trilun. Margin kotor juga tumbuh dari 13% menjadi 16%.
Sementara, divisi jasa seismik tumbuh 8% menjadi Rp421 miliar dari Rp390 miliar dalam sembilan bulan 2015. Margin segmen ini meningkat dari 10% menjadi 18%.
Manajemen menyebutkan, pendapatan dari segmen drilling & oilfield services sebesar 28% diakibatkan oleh berhentinya kontrak bisnis drilling. Namun, perseroan fokus mengoperasikan bisnis perawatan untuk menyeimbangkan perlambatan di industri hulu.
Emiten bersandi saham ELSA itu tercatat memiliki kontrak carry over dari 2015 senilai US$311,1 juta. Kontrak itu terdiri dari drilling & oilfield services senilai US$241,6 juta dan jasa seismik US$69,5 juta.
"Total kontrak carry forward akan mencapai US$216 juta," tulis manajemen Elnusa.
Emiten yang mayoritas sahamnya digenggam oleh PT Pertamina (Persero) dan Dana Pensiun Pertamina itu mencatatkan penurunan pendapatan 3,7% hingga kuartal III/2016 menjadi Rp2,52 triliun dari Rp2,62 triliun. Beban pokok pendapatan berhasil ditekan 3,9% menjadi Rp2,09 triliun.
Akhirnya, laba kotor masih terkoreksi 2,6% menjadi Rp430 miliar dari Rp441 miliar. Sebaliknya, laba operasional naik 13,6% menjadi Rp281 miliar dari Rp247 miliar dan EBITDA naik 13,1% menjadi Rp505 miliar.
Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk mencapai Rp178 miliar atau merosot 21,4% dari Rp226 miliar pada kuartal III/2015. Koreksi laba bersih terjadi akibat rugi selisih kurs senilai Rp22 miliar dibandingkan dengan laba kurs Rp68 miliar tahun lalu.
Pendapatan perseroan terkoreksi sebagai akibat perlambatan aktivitas di sektor minyak dan gas, terutama pada bisnis jasa drilling ELSA. Kas dan setara kas yang dimiliki ELSA juga terkoreksi 22,8% menjadi Rp670 miliar dari Rp868 miliar.
Budi Rahardjo, Direktur Keuangan ELSA, menuturkan perseroan membukukan peningkatan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar 9,2% menjadi Rp145 miliar dari Rp133 miliar. Penurunan juga terjadi pada pendapatan usaha sebesar 5,1% menjadi Rp1,71 triliun pada paruh pertama tahun ini.
"Kondisi perekonomian global dan harga minyak memang belum cukup stabil, sehingga berdampak pada penurunan pendapatan usaha kami," katanya belum lama ini.
Perolehan laba bersih ELSA pada paruh pertama tersebut merefleksikan 28% dari proyeksi konsensus sepanjang tahun. Sedangkan, perolehan pendapatan ELSA mencerminkan 46% dari estimasi konsensus.
Pada perdagangan Selasa (22/11/2016), saham ELSA ditutup naik 3,29% sebesar 14 poin ke level Rp440 per lembar. Imbal hasil saham ELSA mencapai 78,14% year-to-date dengan kapitalisasi pasar Rp3,21 triliun.