Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BURSA CHINA 26 OKTOBER: Saham Perusahaan Batu Bara Tertekan, Indeks Shanghai Melemah

Indeks Shanghai Composite melemah 0,18% atau 5,73 poin ke level 3.126,21 pada pukul 09.22 WIB, setelah dibuka turun tipis 0,07% atau 2,10 poin di posisi 3.129,84.
Bursa China./Bloomberg
Bursa China./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan bursa saham China terpantau berada di zona merah pada perdagangan pagi ini, Rabu (26/10/2016), tertekan oleh pelemahan saham perusahaan tambang batu bara di tengah reli harga batu bara dunia.

Indeks Shanghai Composite melemah 0,18% atau 5,73 poin ke level 3.126,21 pada pukul 09.22 WIB, setelah dibuka turun tipis 0,07% atau 2,10 poin di posisi 3.129,84.

Dari 1.179 saham yang terdaftar pada indeks Shanghai Composite, 356 di antaranya menguat, 727 melemah, sedangkan 96 saham bergerak stagnan.

Saham China Shenhua Energy Co. Ltd., perusahaan tambang batu bara terbesar di daratan China, yang drop 2,01% menjadi penekan utama indeks Shanghai pagi ini.

Sementara itu, saham Bank of China Ltd. turun 0,58%, Great Wall Motor Co. Ltd. jatuh 5,22%, dan China Coal Energy Co. Ltd. anjlok 3,27%.

Pada saat yang sama, pergerakan indeks CSI 300 di Shenzen yang berisi saham-saham bluechip turun tipis 0,02% atau 0,68 poin ke level 3.366,77.

Sebelumnya indeks CSI dibuka melemah 0,07% atau 2,26 poin di level 3.365,20.

Adapun, nilai tukar mata uang yuan terpantau menguat 0,16% ke posisi 6,7696 per dolar AS pada pukul 09.40 WIB.

Reli harga batu bara kontrak November 2016, kontrak teraktif di bursa Rotterdam, berlanjut pada penutupan perdagangan ketiga pada Selasa (25/10/2016) ke level tertinggi dalam lebih dari 26 bulan.

Seperti dilansir Bloomberg kemarin, harga batu bara thermal mencapai level tertinggi sepanjang masa di Bursa Komoditas Zhengzhou dengan pertaruhan luar biasa ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Saat ini, dengan tibanya musim dingin, harga batu bara memperpanjang penguatannya di tengah spekulasi bahwa upaya untuk menstabilkan pasar mungkin terlalu terlambat dan bahwa para produsen tidak akan mampu meningkatkan produksi domestik secara cukup cepat demi memenuhi permintaan puncak untuk bahan bakar komoditas tersebut.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper