Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang pound sterling mulai bangkit setelah data harga konsumen pada bulan lalu melaju ke level tertinggi dalam hampir dua tahun terakhir. Pada sisi lain, dolar Amerika Serikat sedang mengalami koreksi.
Pada perdagangan Selasa (18/10/2016) pukul 17.52 WIB, nilai GBP meningkat 0,89% menuju 1,2291 per dolar AS. Artinya, nilai GBP sudah terkoreksi 16,62% sepanjang tahun berjalan.
Sebelumnya pada Selasa (11/10), harga GBP anjlok ke posisi 1,21 per dolar AS. Angka tersebut menunjukkan level terendah baru sejak Maret 1985.
Adapun indeks dolar pada pukul 17.42 WIB merosot 0,26% atau 0,259 poin menjadi 97,629. Ini merupakan penurunan greenback dalam dua sesi perdagangan terakhir.
Biro Statistik Nasional Inggirs melansir tingkat inflasi September menguat 1% dibandingkan dengan Agustus sebesar 0,6%. Angka tersebut melebihi ekspektasi senilai 0,9% sekaligus inflasi tertinggi sejak 2014.
Ned Rumpeltin, head of currency strategy Toronto-Dominion Bank, mengatakan membaiknya data ekonomi berpotensi memperlambat laju penglonggaran moneter oleh Bank of England (BoE). Pound sterling menurun 18% terhadap dolar AS sejak referendum Brexit pada Juni lalu.
Keputusan Brexit memicu dilema bagi pembuat kebijakan untuk memicu percepatan inflasi. Saat ini, lebih dari 70% ekonom memprediksi BoE bakal memangkas suku bunga acuan pada November setelah Gubernur BoE Mark Caney menoleransi kenaikan harga untuk meningkatkan ekonomi.
Namun demikian, mata uang GBP melemah pada bulan ini akibat langkah pemerintah yang memacu strategi untuk berpisah dari Uni Eropa dan menjadi pasar tunggal (free trade) dari Benua Biru. Perdana Menteri Theresia May sudah memustuskan Inggris secara resmi akan keluar dari Eropa pada Maret 2017.
Perusahaan broker mata uang Dukascopy dalam publikasi risetnya memaparkan, harga GBP-US$ memiliki tarikan yang kuat pada level 1,22 per dolar AS. Meskipun peluang kenaikan masih ada, tetapi proyeksi terhadap mata uang pound sterling masih sangat bearish.