Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak melanjutkan peningkatan seiring dengan melemahnya dolar. Meskipun demikian, reli harga diprediksi berbalik setelah para produsen terbesar di dunia gagal mencapai kesepakatan dalam membatasi pasokan yang surplus.
Pada perdagangan Rabu (7/9/2016) pukul 17.00 WIB harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Oktober 2016 naik 0,31 poin atau 0,69% menjadi US$45,14 barel. Sementara itu, harga minyak Brent kontrak November 2016 meningkat 0,32 poin atau 0,68% menjadi US$47,58 per barel.
Lukman Otunuga, Research Analyst FXTM mengatakan, harga minyak mentah WTI meningkat di atas US$45 per barel bukan disebabkan oleh membaiknya sentimen terhadap komoditas tersebut, melainkan akibat melemahnya dolar AS. Pasalnya, pelemahan mata uang dolar menurunkan ekspektasi peningkatan suku bunga The Fed.
Pelemahan greenback merupakan ekses buruknya data tenaga kerja Paman Sam. Departemen Tenaga Kerja AS menyebutkan data non-farm payroll (NFP) periode Agustus 2016 hanya naik 151.000, setelah melonjak ke 275.000 pada Juli 2016. Angka NFP terbaru juga di bawah prediksi survei Bloomberg sebesar 180.000.
"Walaupun harga minyak berpotensi semakin menguat di jangka pendek karena alasan yang sama [pelemahan dolar], komoditas ini tetap bearish secara fundamental," paparnya dalam publikasi riset yang dikutip Bisnis.com, Rabu (7/9/2016).
Dari sisi fundamental, masalah suprlus suplai masih membayangi pasar global. Di sisi lain, semakin pudarnya harapan kesepakatan pembekuan level produksi dalam rapat OPEC terus membatasi peningkatan harga minyak mentah.
Pembahasan pembatasan produksi direncanakan berlangsung melalui rapat informal dalam acara International Energy Forum di Aljazair pada 26-28 September 2016. Namun, pemotongan level produksi tidak mudah disepakati oleh seluruh anggota komite OPEC.
Sebelumnya, kesepakatan pembatasan produksi antara OPEC dan non-OPEC sudah dimulai pada Februari 2016, tetapi menemui jalan buntu. Diskusi selanjutnya berlangsung pada April 2016 di Doha, Qatar, yang akhirnya kembali gagal menemui kesepakatan.
Apalagi, forum pada akhir bulan ini merupakan rapat tidak resmi, sehingga minim terjadi kesepakatan penting soal pembatasan produksi minyak. Alhasil persediaan minyak mentah dapat terus meningkat tanpa terbendung dan menekan harga.
Lukman memprediksi dalam jangka yang lebih panjang, investor bearish dapat melakukan aksi jual dalam jumlah besar. Dari sudut pandang teknikal, minyak mentah WTI tetap bearish dan penurunan di bawah US$44 per barel dapat membuka jalan menuju US$40 per barel.
Sementara itu, dari sisi fundamental, survei Bloomberg memprediksi persediaan minyak AS pada pekan kemarin meningkat sebesar 705.000 barel. Data stok resmi dari negara produsen sekaligus konsumen minyak terbesar di dunia itu baru dirilis Rabu (7/9) waktu setempat.