Bisnis.com, JAKARTA - Rerata harga kelapa sawit yang masih tertekan membuat kinerja PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk. sepanjang 2015 menciut. Bagaimana ekspektasi kinerja unit usaha perkebunan Grup Salim itu tahun ini?
Pada 2015 PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP) menghasilkan produksi tandan buah segar (TBS) sebanyak 1,39 juta ton atau naik 4,12% dari tahun sebelumnya (year-on-year/ y-o-y). Penaikan ini didukung oleh melimpahnya panen pada paruh kedua 2015.
Produktivitas pada kuartal IV/2015 bertumbuh 4,06% dari kuartal sebelumnya (quarter-on-quarter/ q-o-q), lebih tinggi dari pertumbuhan TBS pada kuartal III/2015 sebesar 7,32% q-o-q.
Secara keseluruhan TBS yang diproses meningkat 8,6% y-o-y menjadi lebih dari 2 juta ton, disokong pembelian eksternal yang lebih tinggi sebesar 19,5% y-o-y.
Produksi CPO juga meningkat 7,35% y-o-y menjadi 475.708 ton dengan rendemen minyak sawit (oil extraction rate/ OER) yang sedikit lebih rendah sebesar 22,9%.
Produksi inti sawit terlihat lebih tinggi, naik 13,0% y-o-y menjadi 123.417 ton dengan rendemen inti sawit (kernel extraction rate/ KER) meningkat menjadi 6% pada 2015.
Meski volume penjualan CPO naik 5,1% dan volume penjualan inti kelapa sawit (palm kernel /PK) terungkit 12,3% y-o-y, penjualan masih turun sebesar 11,35% y-o-y menjadi Rp4,19 triliun.
Phillip Capital menyatakan hal ini terjadi karena rerata harga jual (average selling price/ ASP) produk kelapa sawit masih di bawah tekanan. ASP CPO pada 2015 sebesar Rp6.831 per kilogram, turun 17,36% dari Rp8.266 per kilogram pada 2014.
Laba kotor pada 2015 merosot 27,4% y-o-y dan terlihat lebih rendah menjadi Rp1,1 triliun, sedangkan laba operasional turun 33,5% y-o-y menjadi Rp836 miliar.
Penurunan ini disebabkan biaya tinggi yang terus-menerus terhadap pendapatan dan pengeluaran operasional. Margin laba kotor turun menjadi 26,6% dari 32,5% pada 2014 serta margin laba operasional pada 2015 turun menjadi 20% dari 25,6% pada 2014.
Bottom line pun turun sebesar 32,9% y-o-y menjadi Rp623 miliar dengan margin laba bersih sebesar 14,9%, longsor dari 2014 sebesar 19,7%.
“Selain dari faktor El Nino yang kemungkinan mengganggu produksi TBS, kami belum melihat adanya katalis fundamental lain yang bisa mendorong ASP CPO lebih tinggi pada tahun ini,” tulis Edward Lowis, analis Phillip Capital, dalam riset yang terbit pada Jumat (11/3/2016).
PROGRAM BIODIESEL
Bahkan, program biodiesel 20% (B20) yang kabarnya dapat mendorong konsumsi CPO domestik dinilai Lowis terlalu dini untuk menyebutnya sukses.
Sebab, saat ini minyak mentah yang harganya lagi rendah akan memerlukan lebih banyak subsidi untuk mendorong produksi biodiesel pada tingkat maksimum.
“Kami memperkirakan harga jual CPO berkisar 2.400 ringgit sampai 2.500 ringgit per ton tahun ini, sedangkan program B20 dan dampak yang parah dari El Nino akan memungkinkan kami untuk merevisi harga,” papar Lowis.
Dengan asumsi produksi CPO datar dan ASP pulih tahun ini, Phillip Capital merevisi naik target harga LSIP menjadi Rp1.600 dari sebelumnya Rp1.400.
Target harga yang baru menyiratkan price earnings ratio sebesar 13,8 kali dan price/book value 1,31 kali. Phillip Capital memasang peringkat jual atas saham LSIP karena harga saham telah melampaui nilai fundamentalnya.
Sementara itu, Maureen Natasha, analis CIMB, memangkas perkiraan earnings LSIP. Namun, mengingat likuiditas yang lebih baik dan kuatnya neraca keuangan, CIMB menaikkan target price earnings ratio pada 2017 menjadi 15,8 kali dari sebelumnya 12,6 kali.
“Saham LSIP tetap di peringkat add karena atraktifnya valuasi enterprise value per hektare (EV/ha) sebesar US$6.787,” tulis Maureen dalam riset yang terbit pada Senin (29/2).
CIMB menaikkan target harga saham LSIP menjadi Rp1.790 dari target sebelumnya Rp1.600. CIMB mencatat pendapatan LSIP sejalan dengan ASP CPO yang turun 17% y-o-y menjadi Rp6.831 per kilogram.
Namun, kondisi ini diimbangi oleh volume penjualan CPO yang sedikit lebih baik dari perkiraan, naik 5% y-o-y menjadi 472.000 ton. Adapun, laba bersih LSIP pada 2015 sebesar Rp623 miliar di atas CIMB. Sebab, menurut Maureen, LSIP membukukan perolehan selisih kurs sebesar Rp57 miliar pada kas berdenominasi dolar AS.
LSIP ada di posisi kas bersih per akhir Desember 2015 dengan belanja modal pada tahun lalu sebesar Rp1,1 triliun. Area kebun baru pada 2015 seluas 1.900 hektare, sedangkan pada 2014 seluas 2.500 hektare. Perseroan telah menargetkan area kebun baru sebesar 2.000 hektare pada 2016.
Menurut Maureen, manajemen LSIP menyatakan perkebunannya di Sumatra dan Kalimantan pada 2015 menerima rerata curah hujan 25%-30% lebih sedikit dari rerata selama 5 tahun terakhir. Hal ini diperkirakan mengurangi imbal hasil TBS pada 2016.
Dari kondisi ini, output pada kuartal I diprediksi rendah. Namun, lemahnya imbal hasil dapat diimbangi bila ada area baru siap tanam dari total area 8.000 hektare.