Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah yang naik tajam pada akhir pekan lalu menambah volatilitas di pasar komoditas tersebut sepanjang 2016.
Harga minyak melonjak sekitar US$3,3 per barel di akhir pekan. Kontrak WTI ditutup menguat 12,32% ke US$29,44 per barel, sedangkan Brent naik 10,98% menjadi US$33,36 per barel.
“Semuanya adalah pergerakan teknikal di pasar saja. Tidak ada faktor fundamental yang menggerakan (harga minyak mentah di pasar komoditas),” kata Sarah Emerson dari ESAI Energy Inc kepada Bloomberg.
Kenaikan harga kontrak WTI di akhir pekan lalu merupakan yang paling tajam sejak Februari 2009. Harga standar jenis minyak di AS tersebut merosot 4,7% sepanjang pekan dan telah tergelincir 21% sejak pergantina tahun.
Total volume perdagangan WTI di bursa komoditas New York mencapai 1,79 juta kontrak, rekor volume tertinggi histors. Volume tersebut lebih banyak 83% dibandingkan rata-rata volume perdagangan dalam 100 hari terakhir.
Pergerakan harga minyak minggu lalu tertekan spekulasi surplus global masih akan bertahan hingga 2015 setelah stok minyak mentah AS naik mendekati rekor terbanyak histors. Pekan sebelumnya, kabar rencana pertemuan antara OPEC dan negara produsen minyak non-OPEC mendongkrak harga minyak hingga US$32 per barel.
Menteri Perminyakan Uni Emirat Arab Suhail Al Mazrouei mengatakan produsen minyak siap bekerja sama, tetapi tidak akan memangkas hasil produksi kecuali seluruh negara produsen minyak ikut serta.
“Harga sudah tidak wajar. Saya tidak mengatakan untuk beberapa produsen saja, tetapi untuk semua produsen. Investor yang telah mengucurkan dana secara alami enggan memangkas produksi sendirian tanpa kerja sama menyeluruh dari seluruh produsen,” kata Al Mazrouei.