Bisnis.com, JAKARTA – Indeks harga saham gabungan diperkirakan menguat terbatas pada pekan ini, seiring masih terjadinya aksi jual investor.
Sepanjang pekan lalu, aktivitas perdagangan saham volatil cukup tinggi. Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada awal pekan lalu merosot 3,97% ke 4.163,76, titik terendah sejak 17 Desember 2013.
Pada akhir pekan, Jumat, (28/8/2015), IHSG menguat 0,35% ke 4.446,2. Investor asing membukukan jual bersih Rp140,5 miliar sehingga menambah total jual bersih sepanjang tahun berjalan menjadi Rp6,26 triliun.
Jeffrosenberg Tan, Kepala Riset Sinarmas Asset Management, memperkirakan bursa saham stabil pada pekan pertama September setelah IHSG turun cukup dalam beberapa pekan lalu. Dua bulan terakhir ini, 1 Juli hingga 28 Agustus 2015, IHSG sudah turun 770,18 poin.
“Koreksi tajam tidak akan lagi, untuk bergerak menguat signifikan agak sulit. Downtrade mungkin tidak terlalu jauh dari sekarang. Kita masuk masat tenang, kemudian mengikuti arah lain,” kata Jeff, Jumat, (28/8/2015).
Menurutnya, kondisi ini akibat sedikitnya sentimen positif dari dalam negeri, salah satunya revisi aturan tax holiday. Namun, sentimen global masih tetap mendominasi persepsi berinvestasi di pasar saham Indonesia.
Jeff menambahkan masa tenang di pasar saham bakal didukung oleh kian memudarnya harapan akan rencana penaikan suku bunga acuan AS. Aksi bank sentral China yang memangkas suku bunga pun memberikan sentimen positif. Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu SSE Comp. China melonjak 4,82% dari hari sebelumnya.
“IHSG kemungkinan masih di atas 4.000, agak sulit lagi naiknya. Sebab, nilai tukar rupiah belum stabil. Tekanan dari dolar AS ke rupiah, juga mata uang lokal lain memang cukup besar,” tutur Jeff.
Dia khawatir bila beberapa negara di Asia ikut menurunkan nilai mata uangnya. Sebelumnya, China sudah mendevaluasi yuan, diikuti Vietnam yang memangkas dong sebesar 1% terhadap dolar AS. Bisa jadi Thailand ikut mendevaluasi mata uangnya, baht, yang turun tajam.
“Kalau negara lain ikut mendevaluasi mata uangnya, kita bermasalah. Ada indikasi negara-negara tetangga menurunkan nilai mata uangnya supaya lebih kompetitif di ekspor. Ini tantangan buat Indonesia,” ucap Jeff.