Bisnis.com, JAKARTA— Masih bergejolaknya pasar saham membuat sejumlah sekuritas dan manajer investasi lebih realistis menatap pasar saham tahun ini. Mereka memilih untuk merevisi target indeks harga saham gabungan yang sudah mereka patok di awal tahun.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) sebagai tolok ukur pasar saham Indonesia terus turun sejak 24 April 2015 hingga perdagangan Rabu (19/8). Pada periode itu, IHSG sudah merosot 951,12 poin. Sejak awal tahun ini (year-to-date/ ytd), IHSG telah terpuruk 14,21% ke 4.484,24. Penurunan ini terbesar di kawasan Asean, termasuk KOSPI Korea Selatan dan Hang Seng Hong Kong.
Investor asing masih cenderung melepas kepemilikan sahamnya. Rabu (19/8) saja, investor asing mencatatkan jual bersih Rp438,5 miliar. Catatan tersebut kian menambah nilai jual bersih investor asing sepanjang tahun berjalan ini menjadi Rp1,03 triliun.
Reza Priyambada, Kepala Riset PT NH Korindo Securities Indonesia mengatakan perusahaannya sudah tiga kali merevisi target indeks harga saham gabungan (IHSG) sepanjang tahun ini. Di awal tahun, NH Korindo yang ketika itu masih bernama Woori Korindo Securities Indonesia menargetkan IHSG hingga akhir tahun bisa ditutup di level 6.000 (target optimis) dan 5.750-5.800 (target moderat).
Target tersebut bisa dicapai bila seluruh skenario pemerintah dan prediksi global berjalan dengan baik. Namun, kenyataannya pada akhir kuartal I/2015 terlihat bahwa skenario belum berjalan dengan baik. Pemerintah belum membelanjakan anggarannya untuk belanja infrastruktur. Saat itu, NH Korindo merevisi target menjadi 5.350-5.400.
Saat itu, optimisme masih besar dan berharap semua masih sesuai rencana. Namun, lagi-lagi hasil mengecewakan. Belanja pemerintah belum juga terealisasi dan daya beli konsumen turun. Belum lagi sentimen global dari Amerika dan Eropa yang membuat pasar saham kian terjepit. Perusahaan terpaksa harus kembali memangkas targetnya menjadi 5.175-5.200.
“Kemudian, pada Juli kemarin kami mengumpulkan nasabah kami dan kami sampaikan kondisi market plus harapan dari pemerintah dan berharap semua lebih baik. Ternyata tidak, baik dalam negeri maupun global belum mampu mengangkat indeks sehingga target indeks harus turun lagi jadi 4.600-4.700,” kata Reza saat dihubungi Bisnis, Rabu (19/8).
Dia berharap, level 4.700 bisa ditembus pada saat September atau Oktober. Kalau target tersebut bisa dicapai, maka level 4.900 akan lebih mudah dicapai. Diharapkan, belanja pemerintah bisa segera merealisasikan belanja modalnya agar IHSG bisa keluar dari posisinya saat ini.
Selain dari dalam negeri, faktor global juga dinilai membuat kinerja IHSG melemah. Di semester I, Indonesia terserang sentimen dari Yunani dan Amerika Serikat. Saat ini, masalah Yunani dan Eropa sudah mereda dan ada sentimen negatif lain yang timbul, yakni dari China. Devaluasi yuan yang dilakukan China diprediksi akan melemahkan perekonomian.
“Ini yang jadi hambatan saat ini. Kalau dari AS, keputusan The Fed menaikkan suku bunga juga ditunngu, tapi saya pikir The Fed tidak akan banyak menaikannya, jadi masalah lebih ke China ya,” jelasnya.
Namun demikian, bukan berarti pada semester II tidak ada sentimen positif. Selain menunggu realisasi belanja modal pemerintah, adanya pemilihan kepala daerah diharapkan bia menggerakkan perekonomian. Setidaknya, adanya kampanye membuat dana lebih banyak beredar.
“Sementara kalau sektor penopang, saya pikir hampir semua saham bakal terkena dampaknya. Namun, yang setidaknya bertahan paling tidak ada consumer, dan konstruksi.”
PT Universal Broker Indonesia juga merevisi targetnya. Satrio Utomo, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia menargetkan IHSG bisa tembus level 6.100-6.350. Namun, melihat kondisi pasar saat ini, pihaknya mencoba realistis dan merevisi target mereka menjadi 4.750-4.900. Menurutnya, optimisme akan kembali ketika perlambatan ekonomi berakhir.
“Perlambatan ekonomi sepertinya masih terjadi tahun ini. Pengaruh global seperti Tiongkok dan AS juga memberikan pengaruh, jadi kami bersikap realistis,” kata Satrio.
Meski demikian, target baru tersebut masih bisa berubah kembali. Pihaknya masih menunggu sejauh mana IHSG melemah dan mencapai titik terendahnya. “Sejauh ini kami belum menemui bottomnya. Namun, sampai akhir tahun setidaknya sektor perbankan dan konstruksi bisa jadi penopang.”
Tidak mau ketinggalan, PT Quant Kapital Investama juga merevisi target IHSG yang dipatok pada akhir tahun sekitar 6.000-6.200. Vice President Investment PT Quant Kapital Investama merevisi target IHSG akhir tahun ini menjadi 5.200-5.300. Menurutnya, faktor global yang diluar perkiraan membuat pasar saham jatuh.
“Ada beberapa yang di luar perkiraan kami. Seperti masalah Yunani saya pikir bisa cepat selesai masalahnya, ternyata memakan waktu cukup lama. Kemudian sekarang ada masalah dari China, devaluasi yuan dan perlambatan ekonomi China, ditambah perekonomian kita yang melambat,” katanya.
Meski demikian, dia memandang masih ada sentimen positif di sisa semester II ini yang membuatnya masih optimistis IHSG bisa menyentuh angka 5.300. “Kalau suku bunga AS naik, ketidakpastian akan selesai, indeks berpeluang rebound setelah itu. Kemudian, belanja pemerintah yang dijanjikan diharapkan bisa direalisasikan. Sepertinya, perlambatan ekonomi sudah sampai bottom,” tambahnya.
Sementara itu, PT Mandiri Sekuritas sudah lebih dulu merevisi targetnya. Kondisi pasar yang terus tertekan membuat Mandiri Sekuritas merevisi target IHSG akhir tahun. Awal tahun, Mandiri Sekuritas menargetkan IHSG di posisi 6.350, lantas diubah ke 5.450, dan kembali direvisi menjadi 4.500 pada pertengahan Juni lalu.
Kebijakan pemangkasan tarif tol akan mencuatkan asumsi negatif terhadap valuasi ekuitas dan nilai tukar. Hal itu juga memunculkan tanda tanya terhadap kontrak bisnis. Tidak ada kontrak operator jalan tol yang membolehkan pemerintah memangkas tarif.
“Hal itu membuat preseden buruk bahwa masyarakat umum dapat berharap keringanan dari pemerintah yang akan dibayar oleh dunia usaha. Kondisi itu dapat membuat minat investasi ke Indonesia semakin sulit. Menurut kami akan menekan pertumbuhan ekonomi tahun ini,” tulis John Rachmat, analis Mandiri Sekuritas, dalam risetnya, Senin, (15/6).
Arus aliran modal investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia belum cukup untuk memenuhi defisit neraca berjalan (CAD). Negara memerlukan aluran dana portofolio untuk menutupi sebagian CAD. Jika perlambatan ekonomi akan berdampak negatif ke arus portofolio pasar saham dan obligasi, maka implikasi ke nilai tukar akan serius.
“Kami menetapkan kembali rekomendasi underweight terhadap pasar saham Indonesia, dengan target akhir tahun IHSG 4.500,” kata John.