Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas moneter harus bersiap mengantisipasi kemungkinan yen dan won ikut terjun ke arena perang kurs setelah China mendevaluasi yuan. Jika mata uang Jepang dan Korea itu ikut bersaing, rupiah berisiko terkena pukulan bertubi-tubi.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih melihat kemungkinan dampak yang luas dari pelebaran rentang mata uang (currency band) China, baik terhadap bursa saham maupun mata uang Asia.
"China motor ekonomi Asia. Kemungkinan ini diikuti oleh yen dan won," kata Lana, Selasa (11/8/2015).
Jika Jepang dan Korea ikut mendevaluasi mata uangnya untuk mengimbangi daya saing ekspor China maka rupiah otomatis terdepresiasi tajam tanpa harus terlibat dalam perang kurs.
Hingga awal pekan ini (year to date), rupiah melemah 9,4% ke posisi Rp13.551 per dolar AS menjadi mata uang dengan depresiasi terdalam ketiga di Asia setelah kyat Myanmar dan ringgit Malaysia, menurut Asia Bond Online.
Sayangnya, pelemahan itu tidak signifikan menghela ekspor. Pengapalan komoditas yang semestinya diuntungkan oleh depresiasi rupiah, justru merosot karena harga komoditas rendah.
"Adapun untuk ekspor manufaktur, bahan bakunya impor. Jadi, depresiasi tidak menguntungkan ekspor," tutur Lana.