Bisnis.com, JAKARTA - Sebagian besar total nilai transaksi perusahaan efek mengalami penurunan sepanjang Februari ini di tengah menguatnya indeks harga saham gabungan dan maraknya aksi beli bersih investor asing.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, diolah Bisnis, dari 20 perusahaan efek dengan total nilai transaksi terbesar, sebanyak 15 perusahaan mengalami penurunan nilai transaksi.
Total nilai transaksi dua puluh perusahaan efek itu tercatat Rp170 triliun pada Februari atau mengalami penurunan 5,9 % dibandingkan dengan Januari yang sekitar Rp180 triliun.
Bila ditilik, sebagian besar penurunan dikontribusi oleh perusahaan efek asing.
Dari 14 perusahaan efek asing yang masuk dalam 20 besar, sekitar 11 perusahaan mengalami penurunan transaksi.
Sedangkan sisanya mengalami kenaikan.
Secara keseluruhan, total nilai transaksi perdagangan perusahaan efek asing tersebut turun sekitar 8,74%.
Adapun, UBS Securities Indonesia mengalami penurunan paling signifikan hingga Rp10 triliun.
Total nilai transaksi UBS Securities pada Februari tercatat Rp11,21 triliun, sedangkan pada Januari Rp21,07 triliun.
Penurunan yang signifikan pada UBS Securities itu membuat peringkat UBS merosot dari peringkat pertama pada Januari, menjadi peringkat kelima pada Februari.
Posisi pertama pada Februari diisi oleh CIMB Securities Indonesia dengan perolehan Rp14,51 triliun atau turun dari Januari yang mencapai Rp15,53 triliun.
Budi Frensidy, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia mengatakan penurunan total nilai transaksi perdagangan sejumlah perusahaan efek pada Februari berhubungan erat dengan banyak masuknya investor asing ke pasar saham Indonesia pada periode tersebut.
Sebagian besar investor asing memang menggunakan jasa perusahaan efek asing dalam melakukan transaksi.
“Yang terjadi adalah asing banyak masuk ke Indonesia, mereka transaksi beli, tetapi mereka tidak melakukan transaksi jual. Mereka meletakkan dananya di Indonesia, jadi bukan seperti trader yang beli dan jual terus,” kata Budi saat dihubungi Bisnis, Selasa (3/3/2015).
Budi menilai, sebenarnya ini merupakan pertanda yang positif.
Hal ini mengindikasikan investor asing sudah mulai menjadi investor jangka menengah dan long term investor di pasar saham Indonesia.
Membaiknya perekonomian Indonesia yang terlihat dari angka inflasi dan neraca perdagangan, serta diturunkannya suku bunga BI Rate membuat asing semakin percaya diri berinvestasi di Indonesia.
“Kalau asing aksi beli dan jual, nilai transaksinya kan dobel, komisinya lebih banyak. Kalau hanya aksi beli saja, ini namanya bergerak searah, ya ada yang berkurang, itu alasannya menurut saya,” tambahnya.
Selain lantaran indikasi perubahan tipe investor, tidak banyaknya investor yang menambah kepemilikan juga menjadi alasan.
“Jadi, ada investor yang terus-terusan melakukan transaksi, tapi tidak sedikit juga yang tidak menambahkan kepemilikan, mereka wait and see karena faktor rupiah mungkin,” jelas Budi.
Menurutnya, investor yang akan menjadi long term investor akan semakin banyak bila ekspetasi mereka terhadap perekonomian Indonesia terpenuhi.