Bisnis.com, NEW YORK - Testimoni Gubernur Federal Reserve Janet Yellen berhasil meredam gejolak nilai tukar global. Laju volatilitas mata uang dunia terdeselerasi dan mencatat penurunan mingguan terbesar sejak 2010.
Dolar Amerika Serikat (AS) pun bergerak dengan kecenderungan melemah terhadap mata uang dunia. Yellen melakukan tugas dengan baik, mengerem laju pasar yang kencang, kata analis senior dari Mizuho Securities Co. Satoru Igarashi, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (26/2/2015).
Data Bloomberg menunjukkan sepekan terakhir fluktuasi nilai tukar terdepresiasi sebesar 1,39 percentage point. Angka itu sekaligus menjadi penurunan terbesar sejak Juni 2010. Volatilitas mata uang sempat bertengger pada posisi tertinggi selama 3 tahun pada 16 Januari dengan akumulasi fluktuasi yang mencapai 12,5%.
Masih mengutip Bloomberg Dollar Index, hingga transaksi pasar Kamis sore perubahan nilai tukar mata uang utama terhadap dolar, baik melemah ataupun menguat, hanya berkisar 0,1%. Sementara itu indeks dolar spot sejak awal minggu ini tercatat melembam 0,5% dari level tertingginya 1.168,74.
Pada perdagangan kemarin sore, indeks dolar terdepresiasi 0,02% menjadi 1.162,94. Adapun, greenback terpantau melemah di hadapan tiga dari enam mata uang utama, yakni terhadap yen, kanada, dan franc.
Pada Selasa (24/2) Yellen memberikan testimony di hadapan anggota senat AS mengenai perkembangan situasi perekonomian dan kebijakan moneter yang ditempuh the Fed.
Dia mensinyalkan kenaikan suku bunga acuan AS atau Feds fund rate takkan terjadi dalam waktu dekat mengingat inflasi dan pertumbuhan gaji pekerja belum mencapai target bank sentral tersebut. Rabu (25/2/2015) Yellen kembali menyampaikan pidato di hadapan DPR AS. Alhasil, konsensus pasar terkait pengetatan moneter itu pun mundur dari Juni menjadi Oktober-September 2015.
Pialang dari MUFG Union Bank NA Kazuo Sirai menilai pascatestimoni Yellen yang cenderung dovish pro suku bunga rendahpelaku pasar mengambil posisi jual terhadap dolar. Pada rilis notulensi pertemuan Fed Open Market Committee(FOMC) Januari, the Fed memang mengeluhkan nilai dolar yang terapresiasi tajam.
Nilai tukar yang melambung membuat daya saing produk AS terkikis dan mengancam pertumbuhan ekonomi. Kinerja ekspor AS tertekan di tengah mata uang global yang cenderung bergerak melemah setelah bank sentral berbondong-bondong memangkas suku bunga acuannya.
Tren itu memunculkan dugaan bank sentral dunia telah memasuki arena perang kurs, termasuk the fed yang terus menunda kenaikan suku bunganya. Sementara, di pasar Asia Pasifik posisi dolar tak banyak berubah.
Greenback hanya menguat tipis terhadap peso sebesar 0,03% dan melemah terdalam di hadapan ringgit dengan perubahan 0,60%. Mata uang zona euro, Timur Tengah, dan Afrika pun kompak terapresiasi terhadap dolar, nilai rubel bahkan menguat nyaris 2%.
Pekan ini, pasar menantikan data penting salah satunya inflasi Januari yang terukur melalui consumer price index. Konsensus analis diperkirakan tergerus sekitar 0,6% secaramonth on month. Hal itu sejalan dengan pandangan Yellen yang memproyeksikan inflasi akan melembam dalam jangka pendek sebelum mencapai target the Fed ke level 2% pada jangka menengah. []