Bisnis.com, SURABAYA - Penjualan saving bond ritel (SBR) seri pertama dinilai cukup berat mengingat pasar belum familier dengan instrumen investasi bagi perorangan tersebut.
President Director PT Sucorinvest Central Gani Ratih D. Item menguraikan tantangan menjual SBR sama seperti saat memasarkan ORI pertama kali. "Kami belum bisa banyak paparkan sampai seberapa besar sudah terserap, tapi yang jelas belum Rp50 miliar," jelasnya seusai sosialisasi SBR di Surabaya, Kamis (8/5/2014) malam.
Meski perlu sosialisasi lebih, lanjut dia, penjualan SBR lebih mudah bagi pemegang obligasi ritel maupun sukuk ritel. Oleh karenanya, nasabah lama akan menjadi tumpuan selain membidik nasabah baru tetap dilakukan.
"Kami juga gandeng Bank Dinar, asuransi, kelompok masyarakat serta agen penjualan produk keuangan karena basis mereka ritel," paparnya.
SBR dipasarkan sejak Jumat-Kamis (2-22/5) dengan pembelian per unit Rp1 juta. Batas pembelian investasi bertenor 2 tahun Rp5 juta hingga Rp5 miliar.
Kupon menerapkan bunga mengambang minimal 8,75%, sehingga bunga tak akan lebih rendah dari angka tersebut meski bisa di atas batas saat bunga pasar naik. Penyesuaian bunga dilakukan setiap tiga bulan.
Berbeda dengan ORI yang bisa dipasarkan di pasar skunder, SBR tidak bisa diperjualbelikan. Sehingga nasabah harus memegang pokok sampai jatuh tempo meski bunga bisa diterima setiap bulan.
Staf Subdirektorat Pengembangan Pasar SUN Kemenkeu Simeon Azrasentario menguraikan sampai Rabu (7/5/2014) jumlah pemesan SBR Rp744 miliar. Sedangkan pemerintah menargetkan mampu menghimpun Rp2,5 triliun dari penerbitan surat utang tersebut.
"Produk ini khusus perorangan dalam negeri. Tujuannya memperbanyak investor domestik karena pengalaman di ORI setelah dibeli ritel mudah berpindah ke asing kalau boleh diperdagangkan di pasar skunder," tegasnya.