Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas bursa akan memantau aksi korporasi yang dilakukan emiten untuk memenuhi aturan baru yang mengatur agar jumlah saham yang beredar di publik minimal 50 juta saham dan minimal 7,5% dari jumlah saham dalam modal disetor.
Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI), mengatakan untuk memenuhi aturan itu, emiten perlu melakukan aksi korporasi yang memerlukan persetujuan pemegang saham di RUPS.
“Kalau saham publiknya masih di bawah 7,5%, artinya dia harus lepas saham lagi. Kalau mau nambah jumlah saham bisa stock split, artinya semua harus RUPS lagi,” ujarnya ketika ditemui di Gedung BEI, Jumat (24/1/2014).
Otoritas bursa belum mengetahui pasti berapa jumlah emiten yang saat ini jumlah saham yang beredar di publiknya belum mencapai minimal 7,5%. Hal ini baru bisa diketahui setelah masing-masing emiten memiliki data jumlah pemegang saham per Desember 2013 (audited).
“Dari situ [posisi pemegang saham per Desember] nanti kami lihat untuk emiten yang tidak memenuhi bagaimana? Mekanismenya masing-masing emiten itu nanti akan kami follow up, kami akan tanya rencananya mau ngapain? Dipantau aja,” ujarnya.
Sementara itu terkait sanksi atau denda bagi emiten yang tidak memenuhi ketentuan ini, Hoesen mengatakan tidak ada sanksi khusus. Pasalnya, secara umum jika emiten tidak memenuhi peraturan bursa manapun, maka mekanisme delisting akan dilakukan.
“Aturan ini bukan hukuman, ini pembinaan bahwa ada kepentingan publik, ada kepentingan likuiditas pasar. Jangan dulu ngomongin delisting,” ujarnya.
Seperti diketahui, otoritas bursa resmi mewajibkan emiten agar jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama, paling kurang 50 juta saham dan paling kurang 7,5% dari jumlah saham dalam modal disetor.
Selain itu, jumlah pemegang saham paling sedikit 300 pemegang saham yang memiliki rekening efek di anggota bursa efek.
Dua hal itu merupakan syarat agar perusahaan tercatat bisa tetap tercatat di bursa dan wajib dipenuhi dalam jangka waktu paling lambat 24 bulan (2 tahun) terhitung sejak diberlakukannya keputusan ini (30 Januari 2014).
Aturan ini tertuang dalam Lampiran I Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia No.Kep-00001/BEI/01-2014. Hoesen mengatakan aturan ini sudah didiskusikan selama 4 tahun (sejak 2009) dan sebenarnya bukan hal yang baru.