Bisnis.com, JAKARTA—Pemberlakuan larangan ekspor mineral mentah mulai 12 Januari 2014 di satu sisi dinilai bisa merugikan, namun di sisi lain bisa menguntungkan bagi sejumlah perusahaan tambang mineral yang tercatat di bursa.
Yualdo T. Yudoprawiro, analis Samuel Sekuritas Indonesia dalam risetnya yang diakses Bisnis, Rabu (15/1/2014), menuliskan bahwa kebijakan larangan ekspor mineral itu merugikan PT Antam (Persero) Tbk. (ANTM), namun menguntungkan bagi PT Vale Indonesia Tbk. (INCO).
“Keputusan ini tetap berpengaruh secara negatif terhadap ANTM karena porsi ekspor bijih nikel mencapai sekitar 27% dari total pendapatan perseroan,” tulisnya seperti dikutip, Rabu (15/1/2014).
Samuel Sekuritas melihat Antam akan berpotensi kehilangan seluruh pendapatan dari penjualan bijih nikel. Sementara itu, mereka menilai INCO seharusnya tidak terkena dampak dari larangan ekspor mineral mentah karena produknya telah berupa olahan yang telah melebihi syarat yang ditentukan.
“Dampak positif secara jangka panjang adalah harga komoditas mineral berpotensi naik karena hilangnya suplai dari Indonesia,” tambahnya.
Namun secara jangka pendek, kebijakan itu dinilai akan merugikan para perusahaan dan emiten karena pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter membutuhkan waktu sekitar 1–2 tahun hingga ke tahap produksi.
Senada dengan Yualdo, Fajar Indra, analis Panin Sekuritas mengatakan beberapa emiten yang diuntungkan akibat kebijakan ini adalah mereka yang sudah punya fasilitas pengolahan, seperti PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) dan PT Timah (Persero) Tbk. (TINS).
“Dampak dari larangan ekspor itu yang paling diuntungkan itu INCO karena dia sudah punya smelter dan itu sudah lama,” ujarnya.
Sementara bagi emiten seperti PT Antam Tbk. (ANTM) dan PT Central Omega Resources Tbk. (DKFT), kebijakan tersebut dinilai akan merugikan mereka. Keduanya sedang berupaya membangun sejumlah fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
“Antam misalnya, setelah larangan ini terbit, mereka mau meningkatkan penjualan feronikel dan emasnya. Tapi emas juga kan marginnya tipis. Antam termasuk yang dirugikan [dari kebijakan ini],” ujarnya.
Pemerintah pada Sabtu malam (11/1/2014) telah menerbitkan PP No.1 Tahun 2014 tentang implementasi larangan ekspor mineral mentah.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan PP tersebut adalah revisi dari PP 23/2010 dan menjadi dasar pelaksanaan UU 4/2009 tentang Mineral dan Batu bara yang baru.
Beleid yang baru itu mengandung 2 kebijakan pokok pemerintah tentang pengelolaan mineral Indonesia. Pertama, pemerintah konsisten untuk menghentikan ekspor mineral mentah dan kedua, pemerintah mendorong proses pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.
“Maka sejak 12 Januari 2014 pukul 00.00 tidak lagi dibenarkan ore atau bahan mentah diekspor, dalam arti bahwa harus dilakukan pengolahan dan pemurnian,” katanya.