Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Pasar Obligasi Melemah, Investor Tunggu Keputusan the Fed

Setelah mengalami reli selama sepekan terakhir, pasar obligasi kembali melemah akibat penantian investor terhadap keputusan rapat the Fed terkait dengan stimulus moneternya.
Maftuh Ihsan
Maftuh Ihsan - Bisnis.com 30 Oktober 2013  |  14:48 WIB
Pasar Obligasi Melemah, Investor Tunggu Keputusan the Fed

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah mengalami reli selama sepekan terakhir, pasar obligasi kembali melemah akibat penantian investor terhadap keputusan rapat the Fed terkait dengan stimulus moneternya.

Imbal hasil obligasi pemerintah di pasar skunder kembali naik kemarin. Menurut data PT Penilai Harga Efek Indonesia (Indonesia Bond Pricing Agency/IBPA), imbal hasil obligasi acuan pemerintah bertenor 10 tahun FR0063 ditutup melemah 18 basis poin ke level 7,03%.

“Ini hanya koreksi sehat setelah rally selama sepekan terakhir. Investor juga wait and see menjelang rapat the Fed mengenai berlanjut tidaknya stimulus moneter AS,” papar Fakhrul Aufa, analis obligasi IBPA, Rabu (30/10/2013).

Menurut riset IBPA, pergerakan pasar pekan ini diperkirakan masih didominasi oleh sentimen positif, yaitu terkait berakhirnya pemberhentian masa pemerintahan AS (shut down) dan ancaman debt ceiling AS.

Selain membaiknya data PDB China untuk kuartal  III/2013 dan dirilisnya beberapa data ekonomi pada pekan ini yang tercatat membaik diprediksi semakin memberikan sentimen positif ke pasar.

Dominasi bullish tidak hanya terjadi pada obligasi berdenominasi rupiah. Penurunan yield selama pekan lalu juga tampak terjadi pada obligasi berdenominasi valas (global bond) di sepanjang tenornya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

obligasi pemerintah ri yield obligasi
Editor : Fatkhul Maskur

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top