Bisnis.com, JAKARTA - Semua bentuk ekspor timah harus melalui pencatatan sistem bursa berjangka mulai 30 Agustus 2013.
Ketentuan itu berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 32 Tahun 2013 guna menciptakan perdagangan komoditas timah secara fair. Selama ini sebesar 80% timah dunia dipasok dari Indonesia.
Dalam pasal 11 disebutkan timah batangan atau timah dalam bentuk lainnya sebelum diekspor wajib diperdagangkan lewat bursa timah. Ketentuan dalam pasal 11 ayat 3 menjelaskan untuk timah batangan mulai berlaku 30 Agustus 2013, sedangkan timah dalam bentuk lainnya mulai berlaku 1 Januari 2015.
"Sebagai realisasi dan perwujudan Permendag No. 32 Tahun 2013. Salah satu tujuan pemerintah mengatur perdagangan timah agar harga timah batangan di Indonesia bisa ditentukan secara adil dan transparan," ujar Dirut Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) Megain Widjaja, Kamis (29/8).
Berdasarkan data Kemendag, ekspor timah Indonesia pada Juni 2013 naik ke level tertinggi sejak 18 bulan. Ekspor ingot dan solder melonjak 20% menjadi 11.111,4 ton dibandingkan dengan Mei sebesar 9.242,05 ton. Ekspor timah per Juni 2012 sebanyak 9.646,7 ton.
Adapun total ekspor timah per semester pertama tahun ini naik 16% menjadi 55.011 ton dibandingkan dengan ekspor periode sama 2012.
Dia menjelaskan agar komoditas Indonesia sebagai acuan harga secara internasional harga timah bisa dibentuk berdasarkan penawaran dan permintaan. Selama ini pasar timah kita dikendalikan oleh asing. Selama ini harga sama sekali tidak terpengaruh harga dari London Metal Exchange (LME).
BKDI bersama Komite Timah telah meluncurkan pasar timah internasional di Indonesia dengan kode INATIN. Sebanyak sembilan perusahaan bergabung sebagai anggota baru bursa di BKDI, yaitu yaitu PT Timah (Persero) Tbk, 3HCO,LTD, Gold Matrix Resources Pte.Ltd, Purple Products Pvt.Ltd, PT Tambang Timah, PT Mitra Stania Prima, PT Comexindo International, PT Timah Industri, dan PT Refined Banka Tin. Dengan demikian, kini ada 12 perusahaan timah bergabung dengan BKDI.
Megain mengungkapkan BKDI siap mengambil peran strategis untuk menjadi pasar komoditas primer Indonesia yang efisien dan transparan. Hal ini juga terkait dengan penerapan Asean Economic Community (Masyarakat Ekonomi Asean) pada akhir 2015.
Selama ini, pelaku pasar Asean sangat bergantung pada bursa berjangka Eropa dan Amerika Serikat dalam penentuan harga komoditasi. Akibatnya, tidak ada transparansi dalam penentuan harga komoditas yang adil.
“Industri berjangka di dalam negeri belum dimanfaatkan maksimal, padahal industri berjangka menjadi salah satu instrumen penting untuk pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.
Dia menjelaskan dengan penentuan harga dilakukan bursa, diprediksi ada peningkatan penerimaan royalti timah. Semakin tinggi harga timah, semakin besar penerimaan royalti timah tersebut.
Selain timah batangan, BKDI dan INATIN juga dipastikan mengatur segala macam transaksi timah solder di Indonesia. Hal itu dilakukan untuk meredam segala bentuk penyelundupan yang marak terjadi.
"Sudah tentu yang masuk dan diperdagangkan dalam bursa komoditas, yaitu timah yang sudah masuk dalam SNI," katanya.