Bisnis.com, JAKARTA—Tekanan inflasi dan depresiasi rupiah semakin mendorong imbal hasil obligasi Indonesia
bergerak liar, bahkan menembus level pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan obligasi negara di kawasan Asia.
Dalam situasi ini, analis menyarankan investor untuk membeli obligasi secara bertahap, khususnya pada seri tenor pendek untuk memanfaatkan momentum penurunan harga guna meraih keuntungan optimal.
Berdasarkan data Asian Bonds Online per 27 Agustus 2013, imbal hasil (yield) obligasi acuan 10 tahun Indonesia telah melambung hingga 355 basis poin (bps) ke level 8,75% dan menjadi negara dengan kenaikan yield tertinggi di Asia.
Level yield obligasi Indonesia sudah mendekati imbal hasil obligasi Vietnam yang selama ini berada di peringkat terbawah.
Dalam perkembangannya, yield Vietnam justru menyusut 115 menjadi 9,05%. Tak hanya Indonesia, yield obligasi pemerintah Hong Kong dan Singapura juga meningkat drastis masing-masing 181 bps menjadi 2,41% dan 138 bps menjadi 2,68%.
Negeri Gajah Putih Thailand berada di urutan keempat dengan peningkatan yield 74 bps menjadi 4,25%, sedangkan yield Korea Selatan terangkat hingga 50 bps menjadi 3,66%.
Malaysia berada di peringkat keenam dengan kenaikan yield 44,5 bps menjadi 3,95%. Sementara itu, China mengalami lonjakan yield 42 bps menjadi 4,01%.
Di sisi lain, imbal hasil obligasi pemerintah Jepang dan Filipina justru mengalami penurunan masing-masing 4,6 bps dan 71,5 bps menjadi 0,75% dan 3,44%.
Analis PT Millenium Danatama Asset Management Desmon Silitonga menyampaikan penyebab kenaikan yield obligasi Indonesia masih berasal dari tekanan inflasi yang sulit dikendalikan dan depresiasi rupiah yang signifikan.
Laju inflasi yang di luar perkiraan mendorong peningkatan suku bunga acuan dan menyebabkan harga obligasi terus tertekan sepanjang tahun ini.
DEPRESIASI RUPIAH
Sementara itu, depresiasi rupiah terkait dengan investor asing yang saat ini masih menjadi pemegang kedua terbesar surat utang negara (SUN) setelah lembaga perbankan.
Menurutnya, kenaikan yield ini kemungkinan berlanjut jika otoritas tidak bisa menstabilkan kedua faktor tersebut.
“Sekarang harga SUN tenor 10 tahun ke atas memang sudah cukup murah, maka saatnya membeli secara bertahap,” ujarnya kepada Bisnis, seperti dilaporkan harian Bisnis Indonesia, Kamis (29/8/2013).
Untuk menghindari kerugian akibat risiko pelemahan harga obligasi yang lebih dalam, jelasnya, investor dapat mengambil seri tenor pendek dan melakukan pembelian secara bertahap.
Baca informasi lengkapnya di harian Bisnis Indonesia edisi Kamis (29/8/2013) atau http://epaper.bisnis.com/index.php/ePreview?IdCateg=20130829141