Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Valas Asia Sepekan: Won Digdaya, Rupiah Merana

Bisnis.com, JAKARTA—Korea Selatan memimpin penaikan mata uang Asia pada pekan lalu karena investor asing menambah kepemilikan saham di kawasan tersebut, sementara rupiah terperosok ke level terburuk dalam 4 tahun.

Bisnis.com, JAKARTA—Korea Selatan memimpin penaikan mata uang Asia pada pekan lalu karena investor asing menambah kepemilikan saham di kawasan tersebut, sementara rupiah terperosok ke level terburuk dalam 4 tahun.

Won menguat untuk minggu ketiga setelah data menunjukkan ekonomi Korea berkembang ke level tertinggi dalam lebih dari 2 tahun di kuartal kedua.

Bloomberg-JPMorgan Asia Dollar Index naik 0,1% dari Juli 19 setelah investor asing membeli saham senilai US$1,4 miliar lebih dari yang mereka dijual pekan lalu pada 25 Juli di Korea Selatan, Taiwan dan Thailand.

Gundy Cahyadi, ekonom Oversea-Chinese Banking Corp di Singapura mengatakan risk appetite telah membaik.

"Orang-orang [investor asing] datang kembali kawasan ini. Masih ada peluang pertumbuhan besar di Asia," ujarnya seperti dikutip di Bloomberg, Sabtu (27/7/2013).

Won menguat 0,9% minggu ini menjadi 1.111,33 per dolar AS di Seoul. Rupee India naik 0,5% menjadi 59,04, peso Filipina naik 0,1% menjadi 43,30 dan dolar Taiwan menguat 0,1% menjadi NT$29,95.

Aliran dana ke pasar negara berkembang meningkat setelah Ketua Federal Reserve Ben S. Bernanke mengatakan bulan ini ekonomi AS membutuhkan kebijakan moneter akomodatif di masa mendatang.

Hal itu meredakan kekhawatiran bank sentral AS akan kembali mengurangi pembelian aset yang telah meningkatkan pasokan dolar.

 

Rupiah Terperosok

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot diperdagangkan pada level Rp10.301 per dolar AS, Jumat (26/7/2013), terendah dalam 4 tahun terakhir.

Sementara itu, berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar (Jisdor), rupiah melemah tipis menjadi Rp10.263/US$ dibandingkan dengan sehari sebelumnya Rp10.262/US$.

Lukman Leong, analis PT Platon Niaga Berjangka mengatakan rupiah masih akan terus melemah oleh inflasi dan defisit transaksi berjalan. Terlebih BI sepertinya telah mulai melepaskan rupiah pada mekanisme pasar.

“Hal itu dilakukan oleh BI demi menjaga cadangan devisa dan mendorong ekspor untuk memperbaiki neraca perdagangan,” ujar Lukman kepada Bisnis, Minggu (28/7/2013).

Menurutnya pekan depan diperkirakan mata uang akan volatile oleh banyaknya agenda bank sentral terutama pertemuan bank sentral AS pada 31 Juli yang diperkirakan tidak akan menerapkan kebijakan baru.

“Investors akan mencari sinyal dari nada hawkish maupun dovish yang disampaikan Bernanke,” jelasnya.

Adapun Bank Indonesia (BI) menyerap US$1,21 miliar dalam lelang FX Swap yang digelar pada Kamis (25/7/2013) setelah mengalami permintaan lebih dari dua kali lipat seiring de ngan kian lemahnya nilai tukar rupiah.

Dalam lelang FX Swap kedua ini, BI menetapkan target indikatif US$600 juta, sementara penawaran yang masuk dari perbankan nasional US$1,493 miliar. Adapun jumlah FX Swap yang di serap oleh BI sebesar US$1,218 miliar.

“Jumlah yang kami serap cukup besar dengan memperhatikan kebutuhan bank akan likuiditas rupiah cukup besar menjelang hari raya,” ujar Direktur Komunikasi BI Peter Jacobs, Kamis (25/7/2013).

Peter menjelaskan FX Swap yang dimenangkan terdiri atas tiga tenor, yakni sebulan dengan nilai US$385 juta dengan rerata premi tertimbang Rp45,779. Selanjutnya tenor 3 bulan sebesar US$543 juta dengan rerata premi Rp142,505 dan tenor 6 bulan sebesar US$290 juta dengan rerata premi Rp329,431.

Dalam lelang kedua ini, bank sentral menyerap lebih banyak dibandingkan dengan lelang perdana US$600 juta. Pada lelang perdana jumlah penawaran yang masuk juga cukup besar, yaitu US$1,24 miliar.

Gubernur BI Agus Martowardojo meminta pasar tidak perlu panik akan pelemahan nilai tukar. “Kami lihat ada pergerakan menuju ke ekuilibrium baru dan sudah terjadi satu konvergensi dan ini mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia.”

 

Fundamental Korea

Produk domestik bruto Korea Selatan naik 1,1% dalam 3 bulan yang berakhir 30 Juni dari periode sebelumnya, terbesar sejak kuartal pertama 2011.

Gubernur Bank of Korea Kim Choong Soo mengatakan angka-angka tersebut mengindikasikan perekonomian sedang mengatasi dampak yen yang lemah, dengan ekspansi yang masih didorong oleh ekspor.

Son Eun Jeong, seorang analis mata uang di Woori Futures Co di Seoul mengatakan fundamental yang stabil, seperti pertumbuhan PDB dan surplus neraca transaksi berjalan telah mendukung won.

"Arus masuk dana ke saham Korea juga berbalik membaik minggu ini," ujarnya seperti dikutip di Bloomberg, Sabtu (27/7/2013).

Kwon Goohoon, seorang ekonom Goldman Sachs Group Inc yang berbasis di Seoul mengatakan ekonomi Korea Selatan akan tumbuh sekitar 1% setiap kuartal di semester kedua, didorong oleh pemulihan global dan berlanjutnya stimulus moneter.

Adapun neraca transaksi berjalan negara tersebut, salah satu indikator tertinggi dari perdagangan negara, berada di posisi rekor surplus sebesar US$8,6 miliar pada Mei.

Di tempat lain di Asia, yuan China naik 0,1% dalam 5 hari terakhir untuk 6,1316 per dolar AS. Nilai tukar ringgit Malaysia turun 0,5% menjadi 3,2077 dan baht Thailand melemah 0,3% menjadi 31,13 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Giras Pasopati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper