Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah volatilitas pasar obligasi, PT Indo Premier Securities tetap mampu meraih lebih dari tiga proposal rencana penerbitan obligasi pada semester kedua 2013.
Perusahaan penjamin emisi tersebut memperkirakan nilai penjaminan emisi obligasi tahun ini cenderung stagnan, dipengaruhi tingginya tingkat inflasi dan suku bunga acuan.
Director Fixed Income Dealing Indo Premier Sonny Thendian menyampaikan perseroan telah mendapat mandat penjaminan obligasi lebih dari tiga perusahaan tahun ini, antara lain berasal dari sektor properti, barang konsumsi, pembiayaan, dan perbankan.
Kendati demikian, dia menyangsikan seluruh rencana penerbitan obligasi akan terealisasi pada semester kedua tahun ini, karena kondisi pasar obligasi yang masih kurang bersahabat.
“Setelah lebaran mungkin baru ada sekitar 2 sampai 3 perusahaan yang akan menerbitkan obligasi, lihat kondisi pasarnya dulu. Sekarang melakukan persiapannya,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (24/7/2013).
Menurut dia, perusahaan penerbit obligasi sedang mengamati kondisi ekonomi makro domestik. Mereka masih khawatir dengan dampak tingginya tingkat inflasi dan suku bunga acuan saat ini.
Dia memperkirakan penerbitan obligasi akan berlangsung paling tidak dalam 2-3 bulan mendatang setelah kondisi ekonomi mulai stabil. “Kalau sudah mulai stabil pasti orang akan kembali ke pasar obligasi yang lebih aman, karena ekuitas masih cenderung volatil juga,” ungkapnya.
Indo Premier melakukan penjaminan emisi obligasi dengan total nilai Rp40 triliun pada 2012. Dari nominal tersebut, perseroan mendapat porsi penjualan sebesar Rp10 triliun.
Sementara itu, penjaminan emisi obligasi pada semester I/2013 tercatat sebesar Rp19,7 triliun dengan porsi penjualan Indo Premier senilai Rp5,5 triliun.
Jika melihat pola penerbitan obligasi, Sonny memperkirakan nilai penjaminan emisi obligasi pada semester kedua tahun ini cenderung stagnan dibandingkan dengan tahun lalu.
Pada 2012, penerbitan obligasi ramai dilakukan pada periode Juni sampai Desember, sedangkan tahun ini diproyeksi akan melambat seiring tingkat imbal hasil yang menjulang. “Sebenarnya hampir mirip nominalnya, tapi separuhnya tahun lalu dengan tahun ini berbeda,” tuturnya.