Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Review Valas Asia Sepekan, Rupiah yang Terburuk

Bisnis.com, JAKARTA - Rupiah memimpin pelemahan mata uang Asia pada sepanjang pekan lalu karena melambatnya pertumbuhan ekonomi di China redup prospek ekspor di kawasan itu, terutama bagi emerging markets.

Bisnis.com, JAKARTA - Rupiah memimpin pelemahan mata uang Asia pada sepanjang pekan lalu karena melambatnya pertumbuhan ekonomi di China redup prospek ekspor di kawasan itu, terutama bagi emerging markets.

China, tujuan utama ekspor dari Indonesia, Taiwan, Thailand dan Korea Selatan, melaporkan pada 15 Juli bahwa ekspansi ekonomi negeri Tirai Bambu tersebut melambat untuk kuartal kedua.

Terlepas dari rupiah dan ringgit Malaysia, mata uang regional Asia telah melemah sebesar 0,2% atau kurang, setelah pernyataan dari Federal Reserve bahwa pengurangan stimulus tidak didukung arus dana masuk.

"Ketergantungan negara-negara Asia kepada China telah meningkat dan ketidakpastian pertumbuhan China memperbesar kekhawatiran tentang prospek ekspor di kawasan ini," kata Tohru Nishihama, ekonom Dai-ichi Life Research Institute Inc di Tokyo, seperti dikutip di Bloomberg, Sabtu (20/7).

Menurut harga dari bank lokal dikumpulkan oleh Bloomberg, nilai tukar rupiah turun 0,8% minggu ini menjadi 10.078 per dolar AS. Ringgit Malaysia melemah 0,5% menjadi 3,1923 dan dolar Taiwan turun 0,2% menjadi NT$ 29,978. Yuan China sedikit berubah menjadi 6,1379.

Data resmi menunjukkan, ekonomi China tumbuh 7,5% dari tahun sebelumnya pada kuartal kedua, melambat dari penaikan 7,7% dalam 3 bulan sebelumnya dan 7,9% pada triwulan akhir 2012.

International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pada 17 Juli, terdapat peningkatan risiko pertumbuhan ekonomi China dalam setahun ini akan jatuh ke level 7,75%.

Pelemahan Rupiah

Ketua Fed Ben S. Bernanke mengatakan pada pekan lalu, bank sentral AS akan merespon data ekonomi dan bahkan dapat meningkatkan program pembelian obligasi apabila indikator tidak memenuhi harapan.

Komentarnya pada Mei dan Juni bahwa The Fed mungkin mengurangi program stimulus, yang telah mendorong arus dana masuk ke negara berkembang, memicu pelemahan terhadap mata uang, obligasi dan saham di Asia.

Dana asing telah membeli US$1,3 miliar lebih banyak saham di Taiwan, Korea Selatan dan Thailand daripada yang dijual selama 4 hari dalam seminggu.

Nilai tukar rupiah turun untuk hari ke-11 pada Jumat (19/7) dan melemah melampaui 10.000 per tingkat dolar untuk pertama kalinya sejak 2009.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pada 11 Juli, otoritas moneter telah memasok dolar ke pasar dalam 2 sampai 2 bulan terakhir sementara membiarkan rupiah untuk melemah perlahan.

Sementara menurut data Bank Indonesia, cadangan devisa turun US$7,1 miliar pada Juni, terbesar sejak September 2011.

Thio Chin Loo, analis mata uang senior BNP Paribas SA di Singapura mengatakan, pihaknya memperkirakan tekanan pada kurs spot akan terus berlanjut.

"Bank Indonesia melepas cengkeraman intervensinya karena menguras cadangan tidak baik bagi mereka, jadi ini memungkinkan permintaan dolar untuk naik," katanya seperti dikutip di Bloomberg, Sabtu (20/7).

Apresiasi Yuan

Bank sentral China memangkas nilai yuan pada 4 dari 5 hari pada sepanjang pekan lalu, menurunkan ke level 6,1751 per dolar kemarin, 0,2% kurang dari nilai pada 12 Juli.

Mata uang tersebut dapat diperdagangkan sebanyak 1% terhadap dua sisi suku bunga acuan. Yuan adalah satu-satunya yang mengalami penaikan di antara 11 mata uang Asia pada tahun ini, dengan penguatan sebesar 1,5%.

Tim Condon, kepala penelitian Asia di ING Groep NV di Singapura mengatakan, pelaku pasar frustrasi dengan kebijakan apresiasi yuan yang menyebabkan mereka untuk mempertimbangkan mata uang tersebut sebagai alternatif.

Di tempat lain di Asia, rupee India naik 0,5% minggu lalu menjadi 59,35 per dolar AS setelah spekulasi bank sentral akan melakukan intervensi. Peso Filipina menguat 0,1% menjadi 43,362, baht Thailand naik 0,4% menjadi 31,03 dan won Korea Selatan naik 0,2% menjadi 1,121.75. Dong Vietnam stabil di 21.223.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Giras Pasopati
Editor : Sepudin Zuhri
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper