BISNIS.COM, JAKARTA --Calon penerbit obligasi hendaknya bersiap menanggung beban bunga utang mencapai 60 basispoin lebih besar dari level normal saat ini jika tidak cermat memilih momentum penawaran pada 2013.
Korporasi disarankan segera menerbitkan obligasi pada kuartal ketiga setelah guncangan inflasi terhadap imbal hasil (yield) obligasi domestik mereda.
Lana Soelistianingsih, Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, memproyeksikan inflasi bulanan pada Mei dan Juni akan melambung 1,3% dengan akumulasi inflasi tahunan 6%-6,3%, akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Yield acuan obligasi pemerintah 10 tahun berpotensi melonjak hingga 60 basis poin dari 5,4% ke 6% pasca BBM dan inflasi yang naik tadi,” ujarnya kepada Bisnis (17/4/2013).
Menurut dia, laju inflasi Juni akan melesat, tidak hanya karena kenaikan BBM, tetapi juga tahun ajaran baru dan tingginya kebutuhan pangan dalam persiapan puasa. Kemudian September dan Oktober inflasi mereda karena musim panen.
Menurut dia, Bank Indonesia berpotensi menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25-50 basis poin ke level 6%-6,25% untuk menjaga komposisi dana yang beredar di masyarakat.
Kendati demikian, lanjutnya, pasar obligasi akan lebih cepat berbalik arah dibandingkan kondisi inflasi. Pasalnya, investor menunggu momentum koreksi dan mengalirkan dananya ke pasar obligasi untuk mendapat yield optimal.
“Pasca kenaikan yield, harga otomatis turun dan investor sudah mulai bersiap beli lagi, jadi obligasi akan pulih lebih awal karena ekspektasi koreksi harga. Juli yield berpotensi kembali turun, harga naik lagi,” jelasnya.
Untuk itu, Lana menyarankan calon penerbit obligasi untuk menawarkan surat utang pada kuartal III/2013 ketika dana asing mulai bersiap kembali mengalir ke pasar obligasi domestik dan menurunkan tingkat imbal hasil.
Di sisi lain, Analis Obligasi PT Nusantara Capital Securities I Made Adi Saputra menyarankan korporasi untuk segera menawarkan surat utang pada kuartal II/2013, sebelum inflasi mempengaruh kenaikan yield.
Dia mengungkapkan penaikan imbal hasil obligasi hanya akan terjadi sementara. Selanjutnya justru bisa berbalik arah dan terun menurun.
Pasalnya, anggaran subsidi BBM bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan yang produktif penunjang pertumbuhan ekonomi sehingga menyehatkan anggaran pemerintah.
“Nantinya profil anggaran pemerintah akan lebih bagus sehingga bisa meningkatkan kepercayaan investor untuk menanam modal,” katanya.
Analis Obligasi PT Millenium Asset Management Desmon Silitonga memprediksi suplai penerbitan obligasi masih akan besar mengingat tingginya nilai jatuh tempo dari perusahaan sektor keuangan tahun ini, khususnya awal semester II.
“Sejumlah penerbit sedang menghitung ulang tingkat kuponnya. Pilihannya terpaksa menerbitkan untuk membayar utang atau mengurangi size-nya,” ujarnya.
Meski yield obligasi tahun ini berpotensi meningkat, namun dia memperkirakan nilainya tidak jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan data IBPA, imbal hasil obligasi bertenor 5 tahun dengan peringkat utang AAA kuartal I/2013 hanya 7,55%, lebih rendah dari yield surat utang korporasi sejenis pada kuartal I/2012 yang sebesar 8,062%. Untuk obligasi tenor 2-3 tahun pada 2012 sebesar 6,73%, sedangkan pada 2013 ini tercatat hanya 6,64%.
Berdasarkan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sebanyak 52 obligasi korporasi tercatat jatuh tempo pada 2013.
Sampai Juni 2013, sebanyak 18 obligasi perusahaan sektor pembiayaan akan jatuh tempo dengan nilai total Rp6,34 triliun. Selain itu, 6 perusahaan sektor riil pun akan melakukan pembayaran jatuh tempo obligasi senilai total Rp2,01 triliun.
Sisanya, dana surat utang sebanyak Rp1,42 akan dibayarkan oleh 3 perusahaan perbankan dan senilai Rp250 miliar oleh 1 perusahaan keuangan.