Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak naik menghampiri level tertingginya dalam lebih dari dua bulan pada perdagangan pagi ini, Senin (24/9/2018), setelah OPEC merespons dingin permintaan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menurunkan harga.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November menguat 88 sen ke level US$71,66 per barel di New York Mercantile Exchange dan diperdagangkan di US$71,57 pada pukul 9.09 pagi waktu Tokyo.
Pada perdagangan Jumat (21/9/2018), minyak WTI kontrak November menguat 46 sen ke level US$70,78 per barel. Total volume yang diperdagangkan sekitar 34% di atas rata-rata 100 hari.
Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman November menguat US$1,06 ke level US$79,86 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London, setelah naik 10 sen ke posisi 78,80 pada Jumat (21/9). Minyak mentah acuan global ini diperdagangkan premium US$8,25 terhadap WTI untuk bulan yang sama.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sejumlah sekutunya berhenti menjanjikan penambahan volume minyak mentah setelah kartel produsen minyak ini bertemu di Aljazair akhir pekan kemarin dan menyatakan bahwa pasar mendapat pasokan minyak dengan baik.
Minyak telah menguat sekitar 10% dari level terendahnya pada pertengahan Agustus saat investor semakin mempertanyakan apakah OPEC dan sekutunya akan meningkatkan output, sehingga mendorong Trump memperbarui kritiknya terhadap OPEC karena telah mendorong harga minyak lebih tinggi.
Pada Juni, Trump berhasil mendorong OPEC dan sekutunya setuju untuk menekan upaya pemangkasan produksi yang telah disepakati dan menambah 1 juta barel per hari minyak mentah.
Berlawanan dengan perubahan kebijakan sebelumnya yang didorong oleh provokasi Trump, Arab Saudi, Rusia, dan sekutu-sekutu mereka kali ini justru mengisyaratkan kurangnya urgensi untuk itu dan berhenti menjanjikan penurunan volume minyak mentah.
Kartel produsen minyak tersebut menyatakan akan meningkatkan produksi hanya jika pelanggan memintanya. Pada saat yang sama, tanda-tanda perlambatan pertumbuhan dalam produksi minyak mentah AS juga telah mendukung harga minyak.
Meski demikian, perang dagang besar-besaran antara AS dan China dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi global sekaligus menggerogoti prospek permintaan minyak mentah.
Efektif mulai hari ini waktu setempat, AS akan memberlakukan bea masuk terhadap impor China senilai US$200 miliar. China telah mengumumkan membalas langkah AS tersebut dengan menambahkan produk-produk AS senilai US$60 miliar ke dalam daftar tarif impornya.