Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan China Reda, Harga Bijih Besi Diprediksi Turun 20%

Australia, produsen bijih besi terbesar di dunia memperkirakan penurunan harga bijih besi sebesar 20% pada 2018 akibat permintaan China yang mereda.
Seorang pekerja sedang meratakan bijih besi di atas kereta cargo di stasiun kereta Chitradurga, di Karnataka, India (9-11-2012)-Reuters-Danish Siddiqui
Seorang pekerja sedang meratakan bijih besi di atas kereta cargo di stasiun kereta Chitradurga, di Karnataka, India (9-11-2012)-Reuters-Danish Siddiqui

Bisnis.com, JAKARTA – Australia, produsen bijih besi terbesar di dunia memperkirakan penurunan harga bijih besi sebesar 20% pada 2018 akibat permintaan China yang mereda.

Pada penutupan perdagangan Jumat (5/1/2018), harga bijih besi kadar 62% di Dalian Commodity Exchange kontrak teraktif Mei 2018 naik 0,41 poin atau 0,49% menjadi US$83,53 per ton. Secara year to date (ytd), harga tumbuh 2,26%.

Dilansir dari Reuters, Pemerintah Australia pada Senin (8/1/2018) mengatakan pihaknya memperkirakan harga bijih besi rata-rata akan mencapai US$51,50 per ton pada tahun ini, turun 20% dari rata-rata tahun lalu sebesar US$64,30 per ton. Pasalnya, pasokan global meningkat di tengah permintaan yang moderat dari importir utama China akibat sektor baja yang menyusut.

Rio Tinto dan BHP Billiton yang berbasis di Australia bersama dengan Fortescue Metals Group dikabarkan berencana menambahkan sekitar 170 juta ton kapasitas baru selama beberapa tahun ke depan.

Sementara, Vale SA yang berbasis di Brazil berencana untuk mengangkat ekspor bijih besi 7% pada 2018 menjadi 390 juta ton.

Perusahaan-perusahaan pertambangan terbesar di dunia itu sangat mengandalkan penjualan bijih besi untuk sebagian besar pendapatan mereka, meskipun melakukan diversifikasi lebih banyak ke bahan baku industri lainnya, seperti tembaga, aluminium, dan batu bara.

Kondisi ini akan menimbulkan banjirnya pasokan bijih besi global di tengah melesunya permintaan China. Sentimen China berpengaruh signifikan terhadap pasar komoditas bijih besi sebagai pemasok 50% baja ke pasar global dan konsumen 58% bijih besi dunia.

Presiden Xi Jinping pada Oktober lalu mengatakan upaya memerangi polusi sebagai salah satu tugas utama negara hingga 2020 dengan menutup beberapa pabrik, termasuk pabrik baja berpolusi tinggi. Hal ini tentunya berdampak signifikan bagi permintaan bijih besi sebagai bahan baku baja.

Menurut Departemen Perindustrian, Inovasi, dan Ilmu Pengetahuan dalam makalah prospek komoditas terbarunya, perkiraan penurunan harga berlanjut sampai 2019 ketika bahan baku pembuatan baja rata—rata harganya hanya US$49 per ton.

“Harga bijih besi diperkirakan akan mengalami beberapa volatilitas yang sedang berlangsung di awal 2018 karena pasar merespons ketidakpastian mengenai dampak pembatasan produksi musim dingin terhadap permintaan bijih besi,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Eva Rianti
Sumber : Reuters

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper