Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Amerika Catat Rekor IPO Semester I/2025, Indonesia Dilewati Malaysia

EY melaporkan peningkatan IPO global sebesar 17% pada semester I/2025, dengan AS dan Hong Kong memimpin. Indonesia mencatat jumlah IPO menurun pada periode ini.
Investor mengamati layar pergerakan data saham di Jakarta, Kamis (17/7/2025)./Bisnis/Himawan L Nugraha
Investor mengamati layar pergerakan data saham di Jakarta, Kamis (17/7/2025)./Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan firma multinasional Ernst & Young (EY) merilis sepanjang semester I/2025 terdapat 539 perusahaan di seluruh dunia melakukan aksi pencatatan saham di bursa efek alias initial public offering (IPO). Aksi galang dana publik melalui pelepasan saham pemilik itu berhasil menghimpun modal sebesar US$61,4 miliar atau setara Rp1.005,97 triliun. Jumlah ini meningkat 17% year on year (YoY).

Menariknya, EY mencatat penghimpunan dana terbanyak terjadi di Amerika Serikat dengan 109 IPO. Jumlah ini sekaligus menandai kinerja semester pertama terkuat Negara Paman Sam sejak puncaknya pada 2021. Saat yang sama, Hong Kong berhasil merebut kembali posisi tertinggi mereka dalam bursa IPO global dengan penghimpunan yang mencapai peningkatan tujuh kali lipat secara tahunan.

Sedangkan jika dirunut berdasarkan besaran dana yang didapat dari IPO, China mengumpulkan sepertiga dari hasil IPO global, jauh dibanding total dana dari semua negara di Asia Tenggara.

Khusus di Indonesia, jumlah perusahaan IPO dalam semester I/2025 memang lebih sedikit, namun ada peningkatan pendapatan sebesar 70% atau US$175,9 juta.

Berdasarkan kawasan, di Asia Tenggara terdapat total 48 IPO yang menghasilkan dana sebesar US$1,4 miliar, turun dari 66 transaksi yang menghasilkan dana sebesar US$1,4 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, pasar yang paling aktif di Asean selama semester I/2025 ini adalah Malaysia yang mencatat 27 IPO dan menghimpun dana sebesar US$896 juta. Pada peringkat berikutnya diikuti oleh Indonesia yang mencatat 14 IPO dan menghasilkan dana sebesar US$428 juta, dan Thailand yang mencatat 5 IPO dan menghasilkan dana sebesar US$27 juta. Terakhir, Filipina dan Singapura yang masing-masing mencatatkan 1 IPO dan menghasilkan dana sebesar US$12 juta  dan US$5 juta.

Sementara itu, pencatatan saham lintas batas negara mencapai rekor tertinggi pada semester I/ 2025, dengan 62% pencatatan di Amerika Serikat (AS) yang dilakukan oleh emiten asing.

George Chan, EY Global IPO Leader mengatakan penataan kembali pasar IPO di seluruh wilayah dan sektor mencerminkan pergeseran yang lebih dalam pada aliran modal global dan sentimen investor. 

"Ketika pasar melakukan kalibrasi ulang secara real-time, kesiapan IPO yang kuat akan sangat penting bagi perusahaan untuk menavigasi volatilitas jangka pendek sambil menyelaraskan strategi IPO mereka dengan tren makro jangka panjang," kata George dalam rilis resmi, Selasa (5/8/2025).

George melihat pasar IPO Indonesia pada paruh pertama 2025 mencerminkan tren global dalam hal sentimen investor yang cenderung berhati-hati, dengan aktivitas yang melambat karena ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung, ketidakpastian perdagangan, dan transisi kebijakan dalam negeri setelah pemilihan presiden baru-baru.

Meski ada antusiasme tinggi di awal tahun, menurutnya pelaku pasar menjadi lebih selektif sehingga menyebabkan banyak perusahaan menunda rencana listingnya. 

"Namun, IPO baru-baru ini di akhir kuartal kedua, termasuk beberapa penawaran yang mengalami kelebihan permintaan di sektor-sektor seperti infrastruktur, mata uang kripto, dan logistik, menunjukkan bahwa di tengah ketidakpastian global saat ini, minat investor tetap kuat terhadap perusahaan-perusahaan dengan fundamental yang kuat dan strategi jangka panjang yang jelas," tegasnya.

Sementara itu, EY Indonesia Financial Accounting Advisory Services Leader, Joe Lai mengatakan pasar IPO pada sisa 2025 ini menawarkan peluang unik bagi perusahaan-perusahaan yang siap menghadapi kondisi saat ini dengan pandangan ke masa depan yang strategis. 

"Meskipun terjadi penurunan jumlah IPO pada paruh pertama tahun 2025 dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024, terdapat peningkatan signifikan dalam total pendapatan, naik sebesar US$175,9 juta atau 70%," ujarnya.

Menurutnya, paradoks tersebut menyoroti pergeseran ke arah prioritas kualitas daripada kuantitas di pasar IPO. 

"Kami mengantisipasi bahwa investor dan calon kandidat IPO akan terus mengambil pendekatan yang lebih hati-hati karena adanya ketidakpastian kapan volatilitas saat ini akan mereda," pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro