Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Emas Diproyeksi Tembus US$4.000 Jika The Fed Pangkas Suku Bunga

Harga emas diprediksi mencapai US$4.000 per troy ounce pada 2026 jika The Fed memangkas suku bunga, didukung pelemahan dolar dan akumulasi emas oleh bank sentral.
Pengiriman emas batangan perdana PT Freeport Indonesia (PTFI) ke Antam/Dok. Freeport Indonesia
Pengiriman emas batangan perdana PT Freeport Indonesia (PTFI) ke Antam/Dok. Freeport Indonesia
Ringkasan Berita
  • Harga emas diproyeksi mencapai US$4.000 per troy ounce pada akhir 2026 jika The Fed memangkas suku bunga untuk mendukung ekonomi AS.
  • Fidelity International dan Goldman Sachs melihat potensi kenaikan harga emas didorong oleh pelemahan dolar AS dan akumulasi emas oleh bank sentral.
  • Emas diuntungkan dari kebijakan moneter yang lebih longgar dan pembelian oleh bank sentral, meskipun ada kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi AS.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas diproyeksi dapat melesat hingga US$4.000 per troy ounce pada akhir tahun 2026, seiring langkah Federal Reserve memangkas suku bunga untuk menopang perekonomian AS.

Proyeksi tersebut dikemukakan oleh Fidelity International, yang memperkirakan kenaikan harga juga ditopang oleh pelemahan dolar AS serta akumulasi emas yang terus dilakukan oleh bank-bank sentral.

Manajer dana multi-aset Fidelity Ian Samson menyatakan perusahaan tetap bullish terhadap emas. Beberapa portofolio lintas aset bahkan meningkatkan eksposur mereka seiring koreksi harga dari rekor tertinggi lebih dari US$3.500 pada April lalu.

“Alasan utama kami menambah kepemilikan adalah karena kami melihat arah kebijakan The Fed yang semakin dovish,” kata Samson seperti dikutip Bloomberg, Selasa (29/7/2025).

Ia menambahkan, beberapa portofolio menggandakan alokasi 5%-nya dalam setahun terakhir. Ia juga mencatat bahwa bulan Agustus kerap menjadi periode yang kurang menguntungkan bagi pasar, sehingga diversifikasi menjadi langkah logis.

Harga emas telah naik lebih dari 25% tahun ini, didorong kekhawatiran terhadap langkah agresif Presiden Donald Trump dalam merombak perdagangan global, konflik geopolitik di Timur Tengah dan Ukraina, serta akumulasi emas oleh bank sentral.

Meski begitu, logam mulia ini telah bergerak dalam rentang sempit selama beberapa bulan terakhir karena mencairnya ketakutan terhadap skenario ekonomi terburuk berkat kemajuan dalam negosiasi dagang AS.

“Memang tampaknya kita berhasil menghindari skenario kehancuran ekonomi global seperti yang dibayangkan di awal tahun, tetapi tetap saja, kita mengarah ke tarif sekitar 15% atas 11% dari ekonomi AS, yakni impor. Itu lonjakan pajak yang cukup signifikan dan dipastikan akan memperlambat laju ekonomi,” ujar Samson.

Pandangan Fidelity ini sejalan dengan proyeksi Goldman Sachs Group Inc. yang juga melihat potensi reli emas hingga US$4.000 per troy ounce. Namun, sejumlah pihak lain bersikap lebih hati-hati, termasuk Citigroup Inc. yang memperkirakan harga emas akan melemah. Saat ini, harga spot emas berada di kisaran US$3.310.

Pekan ini, pejabat The Fed dijadwalkan bertemu untuk menentukan kebijakan suku bunga. Meski tidak ada perubahan yang diantisipasi, Ketua The Fed Jerome Powell kemungkinan akan menghadapi ketidaksepakatan dari sejumlah pejabat seperti Gubernur Christopher Waller dan Wakil Ketua Pengawasan Michelle Bowman, yang ingin memberi dukungan terhadap pasar tenaga kerja yang melemah.

”Jika ekonomi AS terus melambat, kelompok dovish diperkirakan akan memiliki pengaruh lebih besar dalam arah kebijakan,” kata Samson.

Ia juga memperkirakan Powell, yang masa jabatannya berakhir Mei tahun depan, kemungkinan akan digantikan oleh sosok yang lebih mendukung pelonggaran moneter, seiring tekanan Trump yang terus menginginkan pemangkasan suku bunga.

Emas, sebagai aset tanpa imbal hasil, biasanya diuntungkan ketika suku bunga turun dan dolar melemah.

Di sisi lain, Samson menilai bank-bank sentral dunia kemungkinan akan melanjutkan pembelian emas, sementara membengkaknya defisit fiskal—terutama di AS—akan memperkuat daya tarik logam mulia sebagai aset lindung nilai.

“Memang emas sudah melesat jauh, tapi jika kita lihat saat bull market periode 2001–2011, rata-rata kenaikannya mencapai 20% per tahun. Sejak 2021 hingga hari ini, tren kenaikannya juga masih sekitar 20% per tahun. Jadi, dalam konteks pasar bullish, ini belum bisa dikatakan terlalu jenuh,” pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro