Bisnis.com, JAKARTA — Prospek saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI) diramal moncer usai Bursa Efek Indonesia (BEI) memasukan emiten terafiliasi Garibaldi 'Boy' Thohir tersebut ke dalam konstituen indeks LQ45 periode Agustus 2025.
Untuk diketahui, BEI telah mengumumkan hasil evaluasi penyesuaian ulang atau rebalancing terhadap sejumlah indeks utama, yakni LQ45 hingga IDX30 periode Agustus, pada Jumat (25/7/2025).
Dalam pengumumannya, BEI menambahkan saham AADI ke indeks LQ45. BEI juga memasukkan saham Grup Emtek, PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA) dalam indeks saham paling likuid ini.
Di sisi lain, BEI mengeluarkan dua saham dalam konstituen LQ45. Kedua saham yang dikeluarkan dari indeks ini adalah saham PT Essa Industries Indonesia Tbk. (ESSA) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO).
Kemudian, untuk IDX30, BEI memasukkan saham emiten poultry PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) dan saham emiten batu bara PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) ke indeks ini.
Adapun BEI mengeluarkan dua saham dari IDX30 pada rebalancing kali ini, yaitu saham PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) dan PT Mitra Adiperkasa Tbk. (MAPI).
Baca Juga
Lalu untuk indeks IDX80, BEI memasukkan saham AADI, saham milik Prajogo Pangestu PT Petrosea Tbk. (PTRO), dan saham milik Happy Hapsoro PT Rukun Raharja Tbk. (RAJA) ke indeks ini.
Adapun BEI mengeluarkan saham emiten rokok PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), saham portofolio Lo Kheng Hong PT Gajah Tunggal Tbk. (GJTL), dan PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) dari indeks IDX80.
Periode efektif konstituen baru dari ketiga indeks ini akan berlaku mulai dari 1 Agustus 2025 hingga 31 Oktober 2025.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan masuknya AADI ke dalam indeks LQ45 berpeluang mendorong laju emiten batu bara tersebut secara jangka pendek. Menurutnya, masuknya emiten ke dalam indeks LQ45 akan menarik minat dari fund manager dan pelaku pasar yang mengikuti indeks.
“Namun secara keseluruhan, apakah ini mampu membawa LQ45 kembali outperforms akan sangat tergantung pada sektor-sektor dominan seperti perbankan dan komoditas,” ujar Felix, pekan lalu.
Felix menjelaskan saat ini, gerak LQ45 masih underperform dibanding IHSG secara Year to Date atau sejak awal tahun karena tekanan pada saham-saham big cap dan perbankan, yang merupakan konstituen utama indeks ini.
Sebagai informasi, pergerakan LQ45 tercatat masih mengalami underperform sejak awal tahun, di saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai bergerak bullish. Indeks LQ45 tercatat masih melemah 3,89% sejak awal tahun, berbanding terbalik dengan IHSG yang telah bergerak positif 6,55%.
Sementara itu, saham AADI terpantau ditutup melemah 0,72% atau 50 poin ke level Harga Rp6.875 per lembar pada penutupan perdagangan Jumat (25/7/2025). Banderol tersebut juga mencerminkan pelemahan 16,41% sepanjang tahun berjalan 2025.
Kendati begitu, berdasarkan data konsensus Bloomberg hingga Jumat (25/7/2025),sebagian besar sekuritas yang mengulas saham-saham batu bara Indonesia masih mempertahankan pandangannya.
Untuk saham AADI, sebanyak 15 atau seluruh sekuritas masih memberikan rekomendasi beli. Target harga berada di Rp11.648 dalam 12 bulan ke depan.
Sementara itu, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, menilai masuknya AADI dan SCMA ke LQ45 didukung oleh prospek industri di masing-masing emiten yakni batu bara dan video on demand.
“Untuk AADI, prospek ke depan sangat dipengaruhi oleh pemulihan permintaan batu bara global,” ujar Nafan, Minggu (27/7/2025).
Menurutnya, harapan terhadap perbaikan ekonomi global ikut diperkuat oleh kepastian dinamika perdagangan global, termasuk tarif impor AS di era Donald Trump yang dipatok pada kisaran 15%–50% mulai 1 Agustus 2025.
Kepastian tersebut, kata Nafan, memberikan ruang bagi ekonomi global untuk memantul kembali dan berdampak pada peningkatan permintaan komoditas seperti batu bara. Terlebih sebagian negara akan menghadapi musim dingin.
Sementara itu, SCMA dinilai akan mendapat limpahan katalis dari pertumbuhan industri video on demand yang terus mengalami peningkatan di Indonesia.
“Secara khusus, prospek emiten seperti SCMA sangat berkaitan dengan peningkatan permintaan video on demand yang terus tumbuh, seiring membaiknya konektivitas digital di Indonesia,” kata Nafan.
Dia menuturkan seleksi emiten dalam indeks LQ45 juga mempertimbangkan penerapan good corporate governance dan fundamental yang solid.
Kendati demikian, dia menegaskan saham-saham yang keluar dari indeks seperti ESSA dan SIDO tetap memiliki fundamental yang baik, hanya saja tekanan harga dan likuiditas membuat market cap masing-masing emiten melemah.
“Akibatnya, kapitalisasi pasar saham-saham tersebut mengalami tekanan dan secara sistematis tergeser dari komposisi indeks,” pungkasnya.
Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan akumulasi beli untuk saham AADI dengan target harga Rp9.225. Adapun saham SCMA belum memiliki rekomendasi terbaru, setelah terakhir disematkan peringkat sell on strength.
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.