Bisnis.com, JAKARTA — Bursa saham Asia melemah pada perdagangan awal pekan, Senin (7/7/2025) seiring dengan sikap investor yang mencermati perkembangan negosiasi dagang antara Amerika Serikat dan sejumlah negara menjelang tenggat 9 Juli 2025 yang ditetapkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Melansir Bloomberg, indeks saham regional turun 0,4%, dipimpin oleh pelemahan indeks Topix Jepang yang terkoreksi 0,51% pada 2.813,61. Indeks S&P/ASX 200 Australia juga tercatat melemah 0,13% pada 8.591,50, sedangkan indeks Shanghai Composite China turun 0,15% pada 3.467,27
Penurunan di bursa Asia terjadi di tengah sinyal dari pemerintah AS bahwa tarif yang lebih tinggi akan mulai diberlakukan pada 1 Agustus, dengan kemungkinan perpanjangan waktu negosiasi bagi sebagian negara mitra dagang.
Fokus investor saat ini tertuju pada hasil serangkaian perundingan dagang untuk mencari petunjuk arah pasar berikutnya. Saham-saham sempat rebound ke rekor tertinggi sejak kejatuhan pada April lalu, ketika Trump mengumumkan tarif besar-besaran yang kemudian ditangguhkan selama 90 hari guna membuka ruang negosiasi.
Nick Twidale, Kepala Analis AT Global Markets di Sydney mengatakan, sda sikap hati-hati yang menyelimuti pasar menjelang sejumlah pembaruan dalam beberapa hari ke depan.
“Saya memperkirakan akan ada volatilitas di tingkat negara masing-masing, tergantung pada apakah kesepakatan dicapai atau tidak," katanya.
Baca Juga
Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menyatakan bahwa tarif per negara akan mulai berlaku pada 1 Agustus. Negosiasi terus berjalan hingga mendekati tenggat, dengan para pemimpin Eropa mendorong kesepakatan yang memungkinkan pelonggaran tarif bagi industri otomotif sebagai imbal balik atas peningkatan investasi di AS.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent juga mengindikasikan bahwa beberapa negara mungkin mendapatkan perpanjangan waktu tiga pekan untuk menyelesaikan negosiasi.
“Ini mencerminkan ketidakpastian pasar terhadap tenggat berakhirnya penangguhan tarif timbal balik pada 9 Juli,” kata Tony Sycamore, analis IG di Sydney.
Menurutnya, tarif di kisaran 10%–15% masih bisa diterima pasar, namun tarif di atas 20% berpotensi mengguncang pasar dengan tingkat dampak yang berbeda tergantung pada skalanya.
Di sisi lain, ketegangan dagang antara China dan Uni Eropa meningkat setelah Beijing menyatakan akan memberlakukan pembatasan timbal balik terhadap pengadaan alat kesehatan dari perusahaan-perusahaan berbasis di Eropa. Langkah ini muncul di tengah upaya China memperkuat hubungan dagang dengan AS.
Sementara itu, harga minyak memperpanjang pelemahannya setelah OPEC+ menyepakati peningkatan produksi yang lebih besar dari perkiraan untuk bulan depan, memicu kekhawatiran kelebihan pasokan, terlebih saat ketidakpastian permintaan meningkat akibat tekanan tarif AS.
Kelompok yang dipimpin oleh Arab Saudi itu memutuskan pada Sabtu untuk menambah pasokan sebesar 548.000 barel per hari, mempercepat jadwal pemulihan produksi mereka setahun lebih awal dari rencana awal.
“Untuk saat ini, pasar minyak masih ketat sehingga bisa menyerap tambahan pasokan,” kata Giovanni Staunovo, analis UBS AG di Zurich.
Namun, dia menyebut risiko seperti ketegangan dagang yang terus berlangsung bisa membuat pasar menjadi lebih longgar dalam 6–12 bulan mendatang dan menekan harga lebih lanjut.