Bisnis.com, JAKARTA – Dolar Amerika Serikat diperdagangkan lebih tinggi terhadap mayoritas mata uang utama pada Rabu (18/6/2025) waktu setempat, meskipun masih melemah terhadap yen Jepang.
Melansir Reuters, Kamis (19/6/2025), penguatan ini ini terjadi setelah bank sentral AS, Federal Reserve, mempertahankan suku bunga acuannya di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tekanan tarif yang memperkeruh arah kebijakan ke depan.
Indeks dolar AS yang melacak pergerakan greenback terhadap sejumlah mata uang utama lainnya terpantau menguat 0,09% ke level 98,905.
Otoritas moneter AS tersebut masih memperkirakan akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali tahun ini, dengan total setengah poin persentase. Namun, langkah-langkah selanjutnya diperkirakan lebih berhati-hati, mengingat kekhawatiran bahwa kebijakan tarif Presiden Donald Trump dapat memicu tekanan inflasi.
Direktur Perdagangan Monex USA Juan Perez mengatakan angka-angka pada kuartal II/2025 akan sangat krusial untuk memastikan apakah ekonomi benar-benar berada dalam tekanan resesi, dan apakah The Fed perlu mengubah pendekatannya secara lebih serius.
“Mereka menerima sinyal yang campur aduk, dan mereka juga mengirimkan sinyal yang campur aduk,” ungkapnya.
Baca Juga
Usai keputusan The Fed, sorotan pasar beralih ke konflik yang memanas antara Israel dan Iran. Selama hampir sepekan terakhir, Israel menggencarkan serangan terhadap Iran untuk menghentikan pengembangan program nuklirnya dan bahkan menyerukan perubahan rezim di Teheran.
Amerika Serikat pun memperkuat kehadiran militernya di kawasan, memicu spekulasi kemungkinan intervensi yang berpotensi memperluas konflik di wilayah yang kaya akan sumber daya energi dan infrastruktur penting global.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menolak tuntutan Presiden Trump untuk menyerah tanpa syarat. Trump sendiri menyatakan kesabarannya habis, namun belum memberikan isyarat langkah berikutnya.
Dolar kembali memainkan peran sebagai aset lindung nilai, menguat sekitar 1% terhadap yen Jepang dan franc Swiss sejak Kamis lalu. Namun pada Rabu, penguatan itu tertahan—dolar hanya turun tipis terhadap yen dan franc, dan lebih banyak melemah terhadap euro dan pound sterling.
Meski sempat bangkit, indeks dolar terhadap enam mata uang utama masih mencatat penurunan sekitar 8% sepanjang tahun ini. Pelaku pasar mulai meragukan prospek ekonomi AS dan kepemimpinan Trump dalam peran dagang dan diplomatik global.
Data terbaru menunjukkan jumlah klaim pengangguran baru di AS menurun, namun tetap tinggi, menambah kompleksitas bagi kebijakan The Fed. Sementara itu, bank sentral Swedia memangkas suku bunga sesuai ekspektasi, membuat nilai krona Swedia melemah terhadap euro yang naik 1% menjadi 11,0770 krona.
Bank Sentral Swiss, Bank of England, dan Norges Bank dijadwalkan akan mengumumkan kebijakan suku bunga mereka pada Kamis.
Poundsterling turun 0,12% ke level $1,3411, setelah sebelumnya sempat terdorong oleh data inflasi yang tetap pada level tahunan 3,4% di bulan Mei—sesuai ekspektasi pasar menjelang keputusan Bank of England. Sementara euro turun tipis 0,03% ke $1,1476.
Di sisi lain, pelaku pasar juga mencermati pertemuan negara-negara G7 di Kanada yang berakhir tanpa kemajuan berarti terkait isu tarif, menjelang tenggat waktu baru yang ditetapkan Trump untuk penambahan bea impor awal Juli mendatang.