Bisnis.com, JAKARTA—PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) melakukan ekspansi melalui pembentukan usaha baru dan mengincar konsumen internasional untuk meningkatkan kinerja keuangan.
Berdasarkan keterbukaan informasi, Senin (19/5/2025) malam, Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy Julfi Hadi mengumumkan rencana menjalankan kegiatan usaha baru yang telah mendapatkan hasil studi kelayakan dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Ruky, Safrudin dan Rekan. Pertama, pengujian laboratorium. Sebagai pengembang panas bumi, perusahaan melihat peluang dari kebutuhan jasa laboratorium sejalan dengan tren pengembangan sumber energi tersebut.
Di sisi lain, perusahaan memiliki fasilitas yang lengkap dengan tenaga ahli berpengalaman untuk melakukan kegiatan sampling, wireline logging serta analisis laboratorium untuk seluruh wilayah kerja perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan tak membutuhkan investasi melainkan biaya perawatan dengan estimasi rata-rata tertimbang biaya kapital atau weighted average cost of capital (WACC) 9,05%.
“Perseroan perlu melakukan maintenance terhadap fasilitas laboratorium perseroan yang diasumsikan sebesar biaya penyusutan. Sumber pendanaan tersebut diperoleh dari dana internal perseroan,” katanya.
Dengan demikian, perusahaan memproyeksi lini usaha ini mulai memberikan hasil pada 2026. Penjualan pun diproyeksi tumbuh 141,5% secara tahunan pada 2027 dan pertumbuhan tahunan hingga 2034 sebesar 7,72%. Dari situ, perusahaan memperkirakan laba setelah pajak pada 2027 naik 130,59% secara tahunan (year-on-year/YoY) dan secara rata-rata hingga 2034 mencapai 7,58% YoY.
"Rata-rata Return on Investment perseroan adalah sebesar 53,41%."
Baca Juga
Kedua, bidang usaha baru yang akan dijalankan adalah komersialisasi teknologi alat ukur fluida dua fasa. Perusahaan akan hadir dengan jenama Flow2Max yang akan bersaing dengan pemain yang sudah ada, seperti Yokogawa dengan jenama Rotamass Prime, Emerson dengan Roxar Multiphase Flow Meters dan Krohne dengan Wet Gas Measurement. Namun, perusahaan menyebut perusahaan tersebut memberikan solusi pada industri minyak dan gas bumi, bukan khusus pada panas bumi.
“Persaingan dalam memberikan pelayanan yang terbaik untuk pelanggan khususnya dalam industri panas bumi semakin terbuka sehingga mendorong Perseroan untuk kompetitif dalam memberikan pelayanan inovasi produk ke pasar industri panas bumi,” katanya.
PGEO pun menyasar negara yang mengembangkan industri panas bumi secara masif. Alasannya, alat ukur ini diperlukan untuk pelayanan dosis kimia dalam pengembangan panas bumi.
“Pelanggan-pelanggan ini pada umumnya memiliki wilayah operasional di Indonesia, Selandia Baru, Filipina, Amerika Serikat, Turki dan Eslandia.”
Untuk membuka usaha ini, perusahaan harus mengeluarkan biaya Rp2,9 miliar yang mencakup biaya pendaftaran paten, jurnal publikasi, transportasi, akomodasi, pembelian dan pembuatan contoh untuk tes lapangan. Dengan modal biaya itu, perusahaan menargetkan penjualan 20 unit per tahun sehingga mencapai 100 unit dalam lima tahun.
Perusahaan memproyeksi penjualan terealisasi pada 2026 hingga paten berakhir pada 2040. Pada periode tersebut, perusahaan mengestimasi margin laba setelah pajak rata-rata mencapai 53,33%. Di sisi lain, secara profitabilitas secara umum, perusahaan bisa mengantongi laba setelah pajak sebesar 53,33%, dan tingkat pengembalian investasi sebesar 88,1%.