Bisnis.com, JAKARTA — BNI Sekuritas menilai sejumlah indikator global masih menunjukkan sentimen yang cenderung negatif bagi pasar obligasi di tengah keputusan Presiden AS Donald Trumpmenunda pemberlakuan tarif impor resiprokal selama 90 hari.
Indikator yang dimaksud ialah yield US Treasury (UST) dan level Credit Default Swap (CDS) Indonesia. Berdasarkan catatan BNI Sekuritas, yield curve UST 5-tahun meningkat sebesar 18 basis poin menjadi 4,06% dan yield curve UST 10-tahun meningkat sebesar 8 bps menjadi 4,34%.
Sementara itu, CDS 5-tahun Indonesia meningkat sebesar 2 basis poin menjadi 131 bps. Di pasar obligasi pemerintah, harga Surat Utang Negara (SUN) melanjutkan pelemahannya pada sesi perdagangan kemarin.
Berdasarkan data dari PHEI, yield surat utang negara (SUN) Benchmark 5-tahun (FR0104) naik sebesar 8 bps menjadi 6,91%, dan yield SUN Benchmark 10-tahun (FR0103) naik sebesar 6 bps menjadi 7,14%.
Data Bloomberg menunjukkan yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) naik sebesar 6 bps menjadi 7,14%.
“Level yield curve SUN 10-tahun masih di dalam estimated weekly range kami di kisaran 7,02%-7,24%,” ujar Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas Amir Dalimunthe dalam riset, Kamis (10/4/2025).
Sementara itu, volume transaksi SBN secara outright tercatat sebesar Rp23,8 triliun pada Rabu (9/4/2025). Nilai itu lebih rendah dari volume transaksi di hari sebelumnya yang tercatat sebesar Rp29,4 triliun.
SUN seri FR0103 dan FR0104 menjadi dua seri teraktif di pasar sekunder, dengan volume transaksi masing-masing sebesar Rp4,6 triliun dan Rp2,6 triliun. Adapun, volume transaksi obligasi korporasi secara outright tercatat sebesar Rp6,0 triliun.
Amir menyampaikan BNI Sekuritas melihat adanya potensi masih berlangsungnya volatilitas harga dan yield instrumen SBN berdenominasi rupiah.
“Berdasarkan valuasi yield curve, BNI Sekuritas memperkirakan bahwa obligasi berikut akan menarik bagi para investor: FR0086, FR0094, FR0064, FR0096, FR0100,” paparnya.