Bisnis.com, JAKARTA — Emiten keramik PT Arwana Citramulia Tbk. (ARNA) turut menanggapi perihal dampak kebijakan tarif Trump bagi industri keramik Tanah Air. Adapun, kebijakan tarif impor AS yang telah diresmikan Presiden Donald Trump memicu kekhawatiran perang dagang secara global.
Sebagaimana diketahui, tarif impor AS resmi diumumkan oleh Trump pada Rabu pekan lalu (2/4/2025), waktu setempat. Seluruh negara diganjar tarif impor 10%, sedangkan beberapa negara turut dikenakan tarif timbal balik (reciprocal tariffs) lebih tinggi berdasarkan hambatan perdagangan dengan AS, termasuk Indonesia.
Direktur Keuangan Arwana Citramulia Rudy Sujanto mengatakan kebijakan tarif Trump mendorong negara-negara seperti India dan Vietnam mengalihkan tujuan ekspor mereka dari AS ke negara lainnya seperti Indonesia, termasuk untuk produk keramik.
"Sesuatu bisa terjadi, sebelumnya India bisa ekspor ke AS, Vietnam ke AS, sekarang perang tarif, harga keramik menjadi mahal. Jadi, [India dan Vietnam] cari negara lain untuk tampung produknya, dan yang disasar kemudian Indonesia," ujarnya dalam acara public expose pada Selasa (8/4/2025).
Alhasil, pasar Indonesia bisa saja dipenuhi oleh produk impor. Persaingan pun menurutnya akan semakin ketat. Dia melihat kondisi tersebut bisa diakali apabila perusahaan menerapkan harga jual yang dapat bersaing.
Selain itu, industri keramik dalam negeri mendapatkan dukungan dari berbagai kebijakan non tarif. Pada akhir tahun lalu, Kementerian Perindustrian misalnya menerapkan SNI wajib bagi produk keramik yang beredar di pasar.
Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 26/2024 tentang Pemberlakuan SNI untuk ubin keramik secara wajib. Menurut Rudy, kebijakan wajib SNI itu bisa mengurangi produk impor keramik di pasar.
Di sisi lain, sebagai upaya untuk menekan harga adalah dengan menurunkan cost of goods sold (COGS) bagi industri keramik, seperti gas.
"Tidak bisa diharapkan harga keramik naik, tapi paling tidak dilakukan efisiensi dari biaya-biaya tinggi," tutur Rudy.
Sementara Direktur Operasional Arwana Citramulia Edy Suyanto yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menambahkan dampak tarif AS secara langsung bagi industri keramik di Tanah Air sebenarnya minim.
"Karena angka penjualan keramik ke AS sangat kecil, dan bukan merupakan tujuan utama," katanya.
Berkaitan dengan Arwana, yang menjadi fokus utama perseroan pun adalah memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Ekspor pun terbatas hanya kepada negara-negara tetangga seperti Malaysia.
Ditambah, dalam melindungi pasar domestik, pemerintah pun telah menyediakan kebijakan yang mumpuni seperti wajib SNI. Namun, salah satu tantangan pelaku industri keramik dalam negeri adalah supply bahan baku, salah satunya gas.
ARNA sendiri telah mencatatkan laba bersih sebesar Rp425,96 miliar pada 2024, susut 3,73% secara tahunan (year on year/yoy) dari capaian sepanjang periode yang sama tahun sebelumnya di level Rp442,49 miliar.
Raupan laba didorong oleh kinerja penjualan neto sebesar Rp2,63 triliun selama periode 12 bulanan tahun lalu, naik 7,7% yoy. Di sisi lain, beban pokok penjualan ARNA pada periode 2024 mencapai Rp1,72 triliun, naik 11,68% yoy.
Total liabilitas ARNA pada periode yang berakhir 31 Desember 2024 sebesar Rp783,82 miliar. Sementara itu, total ekuitas ARNA sampai akhir 2024 mencapai Rp1,87 triliun. Selain itu, ARNA mencatatkan total aset sebesar Rp2,66 triliun sampai periode akhir 2024.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.