Bisnis.com, JAKARTA — Dua emiten otomotif yakni PT Astra International Tbk. (ASII) dan PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. (IMAS) mencatatkan kinerja pendapatan dari bisnis otomotif yang masih bertumbuh saat industri otomotif lesu pada 2024.
Berdasarkan laporan keuangan, Indomobil telah mencatatkan peningkatan pendapatan neto yang naik 1,47% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp29,31 triliun pada 2024.
Segmen usaha otomotif menjadi penyumbang terbesar bagi Indomobil yakni sebesar Rp23,36 triliun pada 2024, tumbuh 22% yoy.
IMAS sendiri bergerak dalam bidang perakitan dan distribusi kendaraan bermotor roda empat, bis, truk, serta alat berat. Tercatat, pendapatan neto dari pelanggan Pulau Jawa untuk mobil, truk, dan alat berat Indomobil pada 2024 naik 8,43% yoy menjadi Rp10,6 triliun.
Begitu juga dengan pendapatan neto dari pelanggan di Luar Pulau Jawa yang naik 4,14% yoy menjadi Rp265,48 miliar pada 2024.
IMAS menaungi sejumlah merek seperti Suzuki, Nissan, hingga MercedesBenz di Indonesia. Salah satu merek, yakni Suzuki mencatatkan penurunan pendapatan neto dari pelanggan di Pulau Jawa 1,55% yoy menjadi Rp303,73 miliar.
Baca Juga
Berbeda dengan merek Nissan yang mencatatkan kinerja pendapatan yang meningkat 15,23% di Pulau Jawa menjadi Rp1,04 triliun pada 2024.
Di luar Pulau Jawa, pendapatan neto dari pelanggan Suzuki naik 4,14% yoy menjadi Rp265,48 miliar. Sementara, pendapatan neto dari pelanggan Nissan di luar Pulau Jawa amblas 41,74% yoy menjadi Rp100,68 miliar.
Emiten lainnya ASII juga mencatatkan peningkatan pendapatan bersih 4,53% yoy menjadi Rp330,92 triliun pada 2024, dibandingkan 2023 sebesar Rp316,56 triliun.
Pendapatan bersih dari segmen usaha otomotif ASII pada 2024 sebesar Rp133,05 triliun, naik 3,74% yoy dibandingkan pendapatan bersih dari segmen usaha otomotifnya pada 2023 sebesar Rp128,25 triliun.
Adapun, entitas asosiasi yang menaungi berbagai merek otomotif di Astra mencatatkan kinerja pendapatan yang beragam. PT Astra Daihatsu Motor misalnya mencatatkan penurunan pendapatan bersih 14,34% yoy menjadi Rp2,73 triliun pada 2024.
Akan tetapi, PT Toyota-Astra Motor mencatatkan kinerja pendapatan yang bertumbuh pesat 64,91% yoy menjadi Rp1,13 triliun pada 2024.
Pendapatan IMAS dan ASII dari bisnis otomotif pada 2024 itu diraup di tengah kondisi lesunya industri otomotif domestik. Mengacu data terbaru Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pada periode Januari - Desember 2024, total penjualan mobil secara wholesales tercatat sebesar 865.723 unit, turun 13,9% yoy dari periode sama 2023 sebesar 1 juta unit.
Sementara itu, penjualan ritel juga turun 10,9% yoy menjadi 889.680 unit pada periode 12 bulan 2024, dibandingkan 998.059 unit pada periode yang sama 2023.
Pada 2025, kinerja industri otomotif pun diproyeksikan lesu seiring dengan kebijakan tarif pajak penghasilan nilai (PPN) 12% serta opsen pajak.
Meski begitu, Head of Corporate Communications Astra Boy Kelana Soebroto mengatakan Astra memilih fokus pada pangsa pasarnya yang masih dominan. Astra masih mempertahankan pangsa pasarnya di segmen usaha otomotif di atas 50% pada 2024.
"Astra sendiri akan fokus menjaga market share-nya di atas 50%," ujar Boy, beberapa waktu lalu.
Boy mengatakan strategi Astra dalam mempertahankan pangsa pasar otomotif adalah dengan mengandalkan dukungan berbagai layanan di bisnis otomotif mencakup penjualan, leasing, dan asuransi yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Indomobil pun terus berupaya memperbaiki kinerjanya dengan mengandalkan berbagai strategi, salah satunya dengan merambah pasar kendaraan listrik. IMAS misalnya menambah portofolio mobil listriknya dengan berbagai merek mulai dari China dan Eropa.
Sebelumnya, Direktur Utama IMAS Jusak Kertowidjojo mengatakan, alasan IMAS melirik produsen asal China untuk memperkuat portofolio kendaraan listrik, sebab Negeri Tirai Bambu tersebut jauh lebih maju dalam hal ekosistem EV. Jusak mengatakan bahwa saat ini banyak negara-negara maju sudah mulai meninggalkan mobil berbahan bakar BBM ICE.
Alhasil, perseroan mulai lebih giat melakukan penetrasi ke kendaraan listrik untuk mengikuti perkembangan yang terjadi di industri otomotif saat ini.
"Jadi kami adalah basically perusahaan yang melakukan penjualan di otomotif, jadi mau tidak mau kami harus masuk ke kendaraan yang berbasis EV, dan saat ini yang terkuat di dunia dengan portofolio yang paling besar adalah memang dari China," ujar Jusak dalam paparan publik IMAS.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.